Tidak ada tempat di dunia
ini yang bisa menjadi tempatku berpijak. Semua begitu berbeda dan asing bagiku.
Hanya ada satu hal yang membuatku bertahan yaitu kau.
Cerita ini bermula saat Suzy, siswa
SMP di kota Makenia. Dia memiliki teman-teman yang sangat baik padanya. Selalu
memberikan support jika Suzy berada dalam kesulitan. Jika berkumpul bersama
selalu saja ada topic yang ingin dibicarakan. Selalu bercanda bersama tanpa
harus takut untuk melakukan kesalahan. Suzy merasa bebas dan menjadi dirinya
sendiri jika bersama mereka.
Semua berubah ketika keluarga Suzy
pindah ke Atanta. Sebuah kota kecil di sebuah benua. Dengan terpaksa Suzy harus
berpamitan pada kota yang ia cintai dan semua teman-teman baiknya. Suzy
berjanji pada dirinya sendiri kalau dia tidak akan melupakan teman-temannya
selamanya.
Suzy sedikit khawatir dengan tempat
barunya nanti. Tapi dia terus meyakinkan diri kalau semua akan baik-baik saja.
Perjalanan menggunakan mobil cukup melelahkan. Suzy adalah anak tunggal dan
mempunyai orangtua yang sangat menyayanginya. Saking sayangnya Suzy hampir
gila.
Disepanjang jalan Suzy tidak bisa
tidur karena memikirkan tempat barunya, sekolah dan teman-teman yang akan
didapatnya. Apakah menyenangkan seperti dirumah? Ataukah malah sebaliknya?
Memikirkan itu Suzy merasa mulas. Dia pun tertidur dan berusaha untuk tidak
peduli.
Satu hari penuh mereka melakukan
perjalanan. Itupun ayah Suzy melaju dengan kecepatan tinggi. Maklum jalanan
saat itu sedang longgar-longgarnya dan memang jarang di wilayah kecil seperti
itu terjadi kemacetan.
Keesokan
paginya mereka telah sampai di Atanta. Atanta begitu asri. Masih banyak
pepohonan disepanjangan jalan. Suzy sungguh lega melihat kota barunya yang
indah. Tidak seburuk dugaannya. Suzy yakin dia pasti merasa senang di tempat
ini.
Mobil
terus melaju ke sebuah rumah dekat sebuah danau buatan. Rumah itu tampak
sederhana dan tidak terlalu megah. “Nah, ayo kita turun dan melihat rumah baru
kita,” ajak ibu Suzy. Mereka semua pun turun dan melihat isi rumah itu.
Didalam
rumah sudah tersusun rapi berbagai perabotan rumah. Semua terbuat dari kayu.
Suzy merasa seperti mereka sedang liburan bukan pindah rumah. Suzy melihat
jendela yang terbuka di dapur. Terlihat danau buatan yang terbentang luas.
dengan dermaga kecil di belakang rumah mereka. Angin sejuk menghembus lembut
menerbangkan rambut Suzy yang tergerai.
“Kau tidak
melihat kamarmu?” tanya ayah yang sedang mengangkat koper-koper mereka. Suzy
hanya terdiam lalu langsung pergi menuju lantai dua di rumah itu. Di lantai dua
hanya terdapat dua ruangan. Satu sebuah kamar tidur dan yang satu lagi sebuah
kamar mandi kecil. Suzy membuka pintu kamarnya dan tercengang melihat isi dalam
kamarnya.
“Ayah!!!”
teriak Suzy. Ayahnya langsung bergegas ke atas dan mencari tahu apa yang
terjadi. “Ada apa sayang?” tanya ibu Suzy. “I..ini, ini sungguh indah!” puji
Suzy. Suzy sungguh terpukau melihat dekorasi kamarnya yang hampir sama seperti
kamarnya yang dulu. “Ya, kami mencoba mendesainnya sesuai kamarmu yang dulu.
Supaya kau tidak merasa benar-benar kehilangan,” jelas ayah Suzy. “Terima kasih
ayah, ibu. Ini sempurna.”
“Baiklah
kalau begitu istirahatlah sementara kami harus berbenah.” “Ahya besok kau harus
pergi ke sekolah,” ayah Suzy mengingatkan.
“Haruskah
aku pergi ke sekolah besok ayah?” “Yup,” sahut ayahnya mantab.
Suzy
menghela napas,”Oke Suzy, ayo semangat. Ini tidak seburuk yang kau kira.”
Matahari
pun menunjukkan sinarnya yang indah di suatu pagi yang baru untuk Suzy. Aku rindu kalian. Suzy bersiap untuk
berangkat sekolah. Suzy benar-benar tidak punya ide untuk membayangkan apa yang
akan terjadi hari ini.
“Selamat
bersenang-senang sayang. Buatlah teman yang banyak seperti di rumah,” pinta
ibu. Suzy hanya mengangguk dan membiarkan mereka pergi dengan mobil mereka
menuju tempat kerja mereka yang baru.
Suzy
menghela napas lalu masuk ke sekolah barunya itu. Sekolah itu tampak seperti
sekolahnya yang lama bila dilihat dari luar. Suzy mencari kelasnya dan
mendapatkannya. Didalam kelas sudah ada beberapa anak yang sedang mengobrol.
Entah mengapa Suzy merasa tidak nyaman untuk pertama kalinya. Mereka semua
hanya melihat ke arah Suzy tanpa bertanya apapun tentangnya. Tidak sesuai yang
diharapkan Suzy sebelumnya. Sejenak Suzy menyadari kalau dia bukan berada di
rumah.
Suzy
mengambil tempat duduk yang kosong. Dia duduk terdiam sambil melihat anak-anak
yang lain bercengkrama. Mereka terlihat begitu asing bagi Suzy yang masih baru
di kota itu. Tidak ada yang mengajaknya bicara dan itu membuatnya sedih.
Pelajaran
pun dimulai saat guru masuk ke kelas. Guru pun meminta Suzy untuk
memperkenalkan dirinya. “Hai, aku Suzy dari Makenia, senang bertemu kalian,”
sapa Suzy. Tapi anak-anak yang hanya memandanginya saja tanpa mengatakan
kata-kata sambutan. Itu semakin menyiutkan nyali Suzy untuk merasa nyaman di
tempat barunya. Kenapa begini? A..aku
untuk pertama kalinya merasa takut. Ini begitu asing dan tidak bersahabat sama
sekali bagiku.
Hari di
sekolah begitu suram bagi Suzy yang ingin mengekspresikan perasaannya. Jika di
tempatnya dulu, teman-temannya pasti sudah bertanya banyak pada Suzy dan
mencoba untuk bersahabat apalagi dengan pendatang baru sepertinya. Saat jam
istirahat pun begitu. Di kantin semua orang tidak memerhatikan keberadaannya
seperti tidak ada siapa pun atau apa pun. Suzy duduk d bangku paling belakang
di kantin memerhatikan anak-anak yang lain berkumpul dengan teman-teman mereka
sendiri. Sedikit Suzy mendengar pembicaraan mereka. Meja paling depan suka
membicarakan orang lain dengan sifat buruk mereka. Sedangkan yang lain suka
memuji diri mereka sendiri. Di kelompok laki-laki, mereka begitu ribut tidak
tahu apa yang mereka bicarakan. Ada juga kelompok yang tampak aneh bagi Suzy.
Mereka semua hanya berdiam diri tanpa ada seorang pun berbicara atau memulai
membicarakan suatu topik. Entah mengapa
ini bukan tempat yang ingin aku datangi. Bel berbunyi dan mereka semua
langsung membubarkan diri.
“Bagaimana
hari pertamamu di sekolah sayang?” tanya ibu Suzy saat melihat Suzy sudah masuk
ke rumah. “Luar biasa bu,” jawab Suzy datar. “Itu tidak terdengar seperti luar
biasa bagi ibu.” “Ibu aku lelah. Ohya bu, kapan kita akan kembali ke Makenia?”
“Hmm, ibu rasa kita tidak akan kembali kesana lagi sayang.” “Tapi mengapa bu?
Aku rindu temanku.” “Maaf sayang tapi kau harus terbiasa dengan tempat ini. Kita
tidak punya pilihan lain.”
Hari kedua
sekolah...
Mereka
tetap mendiamkan Suzy,”Ini tidak bisa dibiarkan terus menerus. Aku harus
berbuat sesuatu. Jika bukan mereka yang, aku yang mulai.” Suzy mulai
mendekatkan diri kepada teman di sebelahnya. “Hai Ana. Apa yang sedang kau
lakukan?” sapa Suzy. “Hai Suzy, aku sedang mendengarkan musik.” “Musik apa yang
sedang kau dengar?” tanya Suzy berusaha untuk bersahabat. “Shanice,” jawab Ana
singkat. Suzy pun tidak tahu apa yang harus ditanyakan lagi. Ana sepertinya tidak
ingin berbicara dengannya.
Saat
istirahat pun Suzy mencoba untuk mendekati anak-anak yang lain. Dia duduk
bersama mereka yang suka membicarakan orang lain. “Apa yang kalian bicarakan?”
“Kita sedang membicarakan guru kita.” “Iya, dia benar-benar guru yang payah.”
“Saat aku bertanya tentang atom, dia malah membicarakan tentang molekul.
Benar-benar tidak bisa dipercaya.” “Kalian tahu tidak kalau sebdenarnya dia
itu...” Suzy pun mundur dari meja itu.
Suzy pun
lanjut ke meja berikutnya. Tempat dimana mereka selalu memuji diri mereka
sendiri. “Hei, boleh aku bergabung?” sapa Suzy. “Ya, silahkan,” sahut salah
satu dari mereka. “Kalian pernah ke Paris tidak? Ibuku baru saja pulang dari
sana dan membawakan kalung ini,” kata seorang yang lain sambil memperlihatkan
kalung barunya. “Itu masih biasa. Lihat kepunyaanku.” “Aku juga punya yang
seperti itu. Ini lihat.” Mereka langsung menunjukkan barang-barang mereka.
Sedangkan Suzy sendiri tidak punya sesuatu yang bisa diperlihatkan. Jadi dia
memutuskan untuk mundur.
Dia
mencoba ke meja para cowok. “Hai, kalian kelihatan seru sekali. Apa yang kalian
bicarakan?” sapa Suzy. Mereka semua langsung terdiam. Padahal mereka begitu
ribut tadinya. Suzy tentu saja merasa tidak enak dan merasa seperti pengganggu.
Daripada diteruskan dia lebih baik mundur.
Dia masih
belum menyerah. Dia pun mencoba bergabung ke meja dimana mereka semua hanya
berdiam diri. “Hai?” sapa Suzy. Mereka hanya memandang ke arahnya dan
tersenyum. Tidak satu pun dari mereka yang berbicara atau bertanya. Mereka
hanya saling memandang. Apa hanya Suzy sendiri yang merasa terasingkan disini
ataukah mereka semua memang tidak waras. Suzy merasa ada yang salah dari
sekolah ini terlebih semua muridnya. Apa di tempat lain tidak ada yang seperti
di sekolahnya yang dulu?
Suzy tidak
langsung pulang ke rumahnya. Dia berjalan ke taman, kafe, toko pernak-pernik,
untuk merefreshkan pikirannya. Suzy berulang kali menghela napas berat. Apa yang harus aku lakukan? Semua begitu
asing dan seperti tidak menerimaku. Apa karena aku? Tapi aku telah berusaha
untuk bersahabat dengan mereka. Aku hanya tidak bisa menemukan diriku bila
bersama mereka.
Dari
kejauhan dia melihat sekerumuman anak-anak yang belum pernah dia temui. Mereka
pasti dari sekolah lain. Suzy mencoba untuk mendekati mereka. “Hai,” sapa
mereka terlebih dahulu dan Suzy terkejut. “H..hai.” “Apa kau baru disini?
Karena aku tidak pernah melihatmu.” “I..iya aku baru saja pindah ke sini.” “Selamat
datang di Atanta. Kota terindah di negeri ini. Hei aku Jonatha. Dan mereka
semua. Tania, Rosa, Brands, Tom, dan Lily.” “Aku Suzy, salam kenal.” “Kau
sekolah dimana?” tanya Tania. “Aku sekolah disana, di balik bukit itu,” jawab
Suzy sambil menunjukkan arah ke sekolahnya. “Ouh, hmm, baiklah kalau begitu.
Apa kau sudah tahu seluk beluk kota ini?” tanya Lily. “Belum. Aku tidak sempat
keluar.” “Baiklah kalau begitu teman-teman ayo kita ajak teman baru kita ini
berkeliling!” ajak Tom bersemangat. Mereka pun mengajak Suzy pergi berkeliling.
Mereka ke gedung opera, air mancur, musium, taman hiburan, dan kemanapun mereka
tunjukkan pada Suzy sungguh indah.
Mereka
bercanda, berkelakar, saling memberikan pendapat, dan Suzy merasa nyaman jika
bersama mereka. Suzy merasa seprti sedang bersama teman-temannya yang dulu.
Saat melewati seorang musisi jalan mereka menari bersama, Suzy pun ikut menari.
Suzy sungguh diterima baik oleh mereka. Mereka melakukan hal-hal gila bersama.
Sungguh menyenangkan bila bersama mereka. Suzy tidak takut lagi.
Matahari
pun tetap akan terbit di pagi hari. Suzy pun sudah mulai tidak peduli dengan
teman-teman sekolahnya. Tapi suatu keanehan terjadi saat makan siang di kantin.
Suzy kedatangan teman baru bernama Sandra dan Daera. Mereka bercerita banyak.
Suzy pun mulai meceritakan mengenai dirinya. “Berbicara denganmu sungguh
menyenangkan Suzy. Sampai bertemu besok,” pamit Daera.
Di sore
harinya Suzy berkumpul dengan teman-teman yang baru dikenalnya kemarin. Hari
itu mereka juga bersenang-senang. Suzy tidak mau hari itu berakhir.
Terlihat
seperti Suzy sudah mempunyai teman sekarang. Sandra dan Daera selalu di dekat
Suzy dan berbincang dengannya saat makan siang. Kali ini mereka sedang membicarakan
sebuah proyek fisika yang dijadika tugas rumah oleh guru mereka. “Entahlah, aku
bingung topik apa yang akan aku bahas.” “Topik tentang hewan saja.” “Bagaimana
kalau hewan laba-laba? Kau bisa membicarakan tentang jaringnya.” “Ide yang
bagus Suzy. Tapi aku takut dengan laba-laba.” “Benar, terakhir kal Sabdra
menyentuh laba-laba tubuhnya langsung memerah seperti buah tomat,” Daera
tertawa. “Entahlah, tapi kau tidak akan tahu sebelum mencoba kan?” Sandra dan
Daera saling bertatapan. “E, Suzy, aku harus pergi.” “Aku juga.” Mereka pergi
tanpa suatu alasan yang jelas meninggalkan Suzy sendirian di mejanya.
“Aku tidak
tahu apa salahku. Aku hanya menyuruhnya untuk mencobanya. Apa itu salah?” keluh
Suzy. “Suzy, kau sama sekali tidak salah. Kau baik telah menolong mereka.
Setidaknya jaring laba-laba itu menarik,” hibur Lily. “Ya, benar, kau masih
punya kami. Kami akan mendukungmu seberapa pun gilanya dirimu,” tambah
Jonathan. “Jika kau tidak diterima disana.” “Paling tidak kau sudah berusaha
untuk menarik perhatian mereka.” “Ya, mereka mau menerima atau pun tidak itu
tidak masalah.” “Benar Suzy, kau sebaiknya tidak memikirkannya terlalu dalam.”
Mereka saling bersautan untuk menghibur Suzy. “Kami selalu ada disini untukmu.
Kau bisa menjadi apa saja yang kau mau bersama kami.” “Ya, jika bersama mereka
kau tidak menemukan siapa dirimu maka datanglah pada kami. Dimana kami selalu
menerimamu dan menjadi tempat dimana kau berada,” lanjut Tania. Suzy terharu,
matanya berkaca-kaca. Mereka pun berpelukan. Akhirnya Suzy dapatkan tempat
dimana dia bisa berada.
“Ibu,
boleh aku pindah sekolah?” “Pindah sekolah? Memang di sekolahmu yang sekarang
kenapa sayang?” tanya ibu bingung. “Karena aku sudah memiliki teman yang sangat
luar biasa yang bisa menerimaku. Dan aku ingin bersama mereka.” Ibunya terdiam
berpikir. “Baiklah sayang. Tapi berjanjilah satu hal.” Suzy menganggukkan
kepala,”Kau harus bahagia. Meskipun kau berada di sebuah istana emas. Jika kau
tidak bahagia maka itu semua tidak ada artinya. Ibu ingin kau bahagia. Jadi
kejarlah kebahagiaanmu meski sampai ujung dunia. Kau berhak mendapatkannya
sayang.” “Terima kasih ibu,” Suzy memeluk ibunya.
Suzy pun
pindah ke sekolah tempat teman-temannya berada. Disana mereka berada di satu
kelas yang sama. Mereka selalu bersama dan bersenang-senang. Suzy merasa
bahagia dan Suzy merasa disinilah tempatnya seharusnya berada. Bersama
teman-teman yang menyayanginya dan menghargainya. Suzy bahagia.
No comments:
Post a Comment