2013/06/23

Places Where You Belong To



Tidak ada tempat di dunia ini yang bisa menjadi tempatku berpijak. Semua begitu berbeda dan asing bagiku. Hanya ada satu hal yang membuatku bertahan yaitu kau.
          Cerita ini bermula saat Suzy, siswa SMP di kota Makenia. Dia memiliki teman-teman yang sangat baik padanya. Selalu memberikan support jika Suzy berada dalam kesulitan. Jika berkumpul bersama selalu saja ada topic yang ingin dibicarakan. Selalu bercanda bersama tanpa harus takut untuk melakukan kesalahan. Suzy merasa bebas dan menjadi dirinya sendiri jika bersama mereka.
          Semua berubah ketika keluarga Suzy pindah ke Atanta. Sebuah kota kecil di sebuah benua. Dengan terpaksa Suzy harus berpamitan pada kota yang ia cintai dan semua teman-teman baiknya. Suzy berjanji pada dirinya sendiri kalau dia tidak akan melupakan teman-temannya selamanya.
          Suzy sedikit khawatir dengan tempat barunya nanti. Tapi dia terus meyakinkan diri kalau semua akan baik-baik saja. Perjalanan menggunakan mobil cukup melelahkan. Suzy adalah anak tunggal dan mempunyai orangtua yang sangat menyayanginya. Saking sayangnya Suzy hampir gila.
          Disepanjang jalan Suzy tidak bisa tidur karena memikirkan tempat barunya, sekolah dan teman-teman yang akan didapatnya. Apakah menyenangkan seperti dirumah? Ataukah malah sebaliknya? Memikirkan itu Suzy merasa mulas. Dia pun tertidur dan berusaha untuk tidak peduli.
          Satu hari penuh mereka melakukan perjalanan. Itupun ayah Suzy melaju dengan kecepatan tinggi. Maklum jalanan saat itu sedang longgar-longgarnya dan memang jarang di wilayah kecil seperti itu terjadi kemacetan.
          Keesokan paginya mereka telah sampai di Atanta. Atanta begitu asri. Masih banyak pepohonan disepanjangan jalan. Suzy sungguh lega melihat kota barunya yang indah. Tidak seburuk dugaannya. Suzy yakin dia pasti merasa senang di tempat ini.
          Mobil terus melaju ke sebuah rumah dekat sebuah danau buatan. Rumah itu tampak sederhana dan tidak terlalu megah. “Nah, ayo kita turun dan melihat rumah baru kita,” ajak ibu Suzy. Mereka semua pun turun dan melihat isi rumah itu.
          Didalam rumah sudah tersusun rapi berbagai perabotan rumah. Semua terbuat dari kayu. Suzy merasa seperti mereka sedang liburan bukan pindah rumah. Suzy melihat jendela yang terbuka di dapur. Terlihat danau buatan yang terbentang luas. dengan dermaga kecil di belakang rumah mereka. Angin sejuk menghembus lembut menerbangkan rambut Suzy yang tergerai.
          “Kau tidak melihat kamarmu?” tanya ayah yang sedang mengangkat koper-koper mereka. Suzy hanya terdiam lalu langsung pergi menuju lantai dua di rumah itu. Di lantai dua hanya terdapat dua ruangan. Satu sebuah kamar tidur dan yang satu lagi sebuah kamar mandi kecil. Suzy membuka pintu kamarnya dan tercengang melihat isi dalam kamarnya.
          “Ayah!!!” teriak Suzy. Ayahnya langsung bergegas ke atas dan mencari tahu apa yang terjadi. “Ada apa sayang?” tanya ibu Suzy. “I..ini, ini sungguh indah!” puji Suzy. Suzy sungguh terpukau melihat dekorasi kamarnya yang hampir sama seperti kamarnya yang dulu. “Ya, kami mencoba mendesainnya sesuai kamarmu yang dulu. Supaya kau tidak merasa benar-benar kehilangan,” jelas ayah Suzy. “Terima kasih ayah, ibu. Ini sempurna.”
          “Baiklah kalau begitu istirahatlah sementara kami harus berbenah.” “Ahya besok kau harus pergi ke sekolah,” ayah Suzy mengingatkan.
          “Haruskah aku pergi ke sekolah besok ayah?” “Yup,” sahut ayahnya mantab.
          Suzy menghela napas,”Oke Suzy, ayo semangat. Ini tidak seburuk yang kau kira.”
          Matahari pun menunjukkan sinarnya yang indah di suatu pagi yang baru untuk Suzy. Aku rindu kalian. Suzy bersiap untuk berangkat sekolah. Suzy benar-benar tidak punya ide untuk membayangkan apa yang akan terjadi hari ini.
          “Selamat bersenang-senang sayang. Buatlah teman yang banyak seperti di rumah,” pinta ibu. Suzy hanya mengangguk dan membiarkan mereka pergi dengan mobil mereka menuju tempat kerja mereka yang baru.
          Suzy menghela napas lalu masuk ke sekolah barunya itu. Sekolah itu tampak seperti sekolahnya yang lama bila dilihat dari luar. Suzy mencari kelasnya dan mendapatkannya. Didalam kelas sudah ada beberapa anak yang sedang mengobrol. Entah mengapa Suzy merasa tidak nyaman untuk pertama kalinya. Mereka semua hanya melihat ke arah Suzy tanpa bertanya apapun tentangnya. Tidak sesuai yang diharapkan Suzy sebelumnya. Sejenak Suzy menyadari kalau dia bukan berada di rumah.
          Suzy mengambil tempat duduk yang kosong. Dia duduk terdiam sambil melihat anak-anak yang lain bercengkrama. Mereka terlihat begitu asing bagi Suzy yang masih baru di kota itu. Tidak ada yang mengajaknya bicara dan itu membuatnya sedih.
          Pelajaran pun dimulai saat guru masuk ke kelas. Guru pun meminta Suzy untuk memperkenalkan dirinya. “Hai, aku Suzy dari Makenia, senang bertemu kalian,” sapa Suzy. Tapi anak-anak yang hanya memandanginya saja tanpa mengatakan kata-kata sambutan. Itu semakin menyiutkan nyali Suzy untuk merasa nyaman di tempat barunya. Kenapa begini? A..aku untuk pertama kalinya merasa takut. Ini begitu asing dan tidak bersahabat sama sekali bagiku.
          Hari di sekolah begitu suram bagi Suzy yang ingin mengekspresikan perasaannya. Jika di tempatnya dulu, teman-temannya pasti sudah bertanya banyak pada Suzy dan mencoba untuk bersahabat apalagi dengan pendatang baru sepertinya. Saat jam istirahat pun begitu. Di kantin semua orang tidak memerhatikan keberadaannya seperti tidak ada siapa pun atau apa pun. Suzy duduk d bangku paling belakang di kantin memerhatikan anak-anak yang lain berkumpul dengan teman-teman mereka sendiri. Sedikit Suzy mendengar pembicaraan mereka. Meja paling depan suka membicarakan orang lain dengan sifat buruk mereka. Sedangkan yang lain suka memuji diri mereka sendiri. Di kelompok laki-laki, mereka begitu ribut tidak tahu apa yang mereka bicarakan. Ada juga kelompok yang tampak aneh bagi Suzy. Mereka semua hanya berdiam diri tanpa ada seorang pun berbicara atau memulai membicarakan suatu topik. Entah mengapa ini bukan tempat yang ingin aku datangi. Bel berbunyi dan mereka semua langsung membubarkan diri.
          “Bagaimana hari pertamamu di sekolah sayang?” tanya ibu Suzy saat melihat Suzy sudah masuk ke rumah. “Luar biasa bu,” jawab Suzy datar. “Itu tidak terdengar seperti luar biasa bagi ibu.” “Ibu aku lelah. Ohya bu, kapan kita akan kembali ke Makenia?” “Hmm, ibu rasa kita tidak akan kembali kesana lagi sayang.” “Tapi mengapa bu? Aku rindu temanku.” “Maaf sayang tapi kau harus terbiasa dengan tempat ini. Kita tidak punya pilihan lain.”
          Hari kedua sekolah...
          Mereka tetap mendiamkan Suzy,”Ini tidak bisa dibiarkan terus menerus. Aku harus berbuat sesuatu. Jika bukan mereka yang, aku yang mulai.” Suzy mulai mendekatkan diri kepada teman di sebelahnya. “Hai Ana. Apa yang sedang kau lakukan?” sapa Suzy. “Hai Suzy, aku sedang mendengarkan musik.” “Musik apa yang sedang kau dengar?” tanya Suzy berusaha untuk bersahabat. “Shanice,” jawab Ana singkat. Suzy pun tidak tahu apa yang harus ditanyakan lagi. Ana sepertinya tidak ingin berbicara dengannya.
          Saat istirahat pun Suzy mencoba untuk mendekati anak-anak yang lain. Dia duduk bersama mereka yang suka membicarakan orang lain. “Apa yang kalian bicarakan?” “Kita sedang membicarakan guru kita.” “Iya, dia benar-benar guru yang payah.” “Saat aku bertanya tentang atom, dia malah membicarakan tentang molekul. Benar-benar tidak bisa dipercaya.” “Kalian tahu tidak kalau sebdenarnya dia itu...” Suzy pun mundur dari meja itu.
          Suzy pun lanjut ke meja berikutnya. Tempat dimana mereka selalu memuji diri mereka sendiri. “Hei, boleh aku bergabung?” sapa Suzy. “Ya, silahkan,” sahut salah satu dari mereka. “Kalian pernah ke Paris tidak? Ibuku baru saja pulang dari sana dan membawakan kalung ini,” kata seorang yang lain sambil memperlihatkan kalung barunya. “Itu masih biasa. Lihat kepunyaanku.” “Aku juga punya yang seperti itu. Ini lihat.” Mereka langsung menunjukkan barang-barang mereka. Sedangkan Suzy sendiri tidak punya sesuatu yang bisa diperlihatkan. Jadi dia memutuskan untuk mundur.
          Dia mencoba ke meja para cowok. “Hai, kalian kelihatan seru sekali. Apa yang kalian bicarakan?” sapa Suzy. Mereka semua langsung terdiam. Padahal mereka begitu ribut tadinya. Suzy tentu saja merasa tidak enak dan merasa seperti pengganggu. Daripada diteruskan dia lebih baik mundur.
          Dia masih belum menyerah. Dia pun mencoba bergabung ke meja dimana mereka semua hanya berdiam diri. “Hai?” sapa Suzy. Mereka hanya memandang ke arahnya dan tersenyum. Tidak satu pun dari mereka yang berbicara atau bertanya. Mereka hanya saling memandang. Apa hanya Suzy sendiri yang merasa terasingkan disini ataukah mereka semua memang tidak waras. Suzy merasa ada yang salah dari sekolah ini terlebih semua muridnya. Apa di tempat lain tidak ada yang seperti di sekolahnya yang dulu?
          Suzy tidak langsung pulang ke rumahnya. Dia berjalan ke taman, kafe, toko pernak-pernik, untuk merefreshkan pikirannya. Suzy berulang kali menghela napas berat. Apa yang harus aku lakukan? Semua begitu asing dan seperti tidak menerimaku. Apa karena aku? Tapi aku telah berusaha untuk bersahabat dengan mereka. Aku hanya tidak bisa menemukan diriku bila bersama mereka.
          Dari kejauhan dia melihat sekerumuman anak-anak yang belum pernah dia temui. Mereka pasti dari sekolah lain. Suzy mencoba untuk mendekati mereka. “Hai,” sapa mereka terlebih dahulu dan Suzy terkejut. “H..hai.” “Apa kau baru disini? Karena aku tidak pernah melihatmu.” “I..iya aku baru saja pindah ke sini.” “Selamat datang di Atanta. Kota terindah di negeri ini. Hei aku Jonatha. Dan mereka semua. Tania, Rosa, Brands, Tom, dan Lily.” “Aku Suzy, salam kenal.” “Kau sekolah dimana?” tanya Tania. “Aku sekolah disana, di balik bukit itu,” jawab Suzy sambil menunjukkan arah ke sekolahnya. “Ouh, hmm, baiklah kalau begitu. Apa kau sudah tahu seluk beluk kota ini?” tanya Lily. “Belum. Aku tidak sempat keluar.” “Baiklah kalau begitu teman-teman ayo kita ajak teman baru kita ini berkeliling!” ajak Tom bersemangat. Mereka pun mengajak Suzy pergi berkeliling. Mereka ke gedung opera, air mancur, musium, taman hiburan, dan kemanapun mereka tunjukkan pada Suzy sungguh indah.
          Mereka bercanda, berkelakar, saling memberikan pendapat, dan Suzy merasa nyaman jika bersama mereka. Suzy merasa seprti sedang bersama teman-temannya yang dulu. Saat melewati seorang musisi jalan mereka menari bersama, Suzy pun ikut menari. Suzy sungguh diterima baik oleh mereka. Mereka melakukan hal-hal gila bersama. Sungguh menyenangkan bila bersama mereka. Suzy tidak takut lagi.
          Matahari pun tetap akan terbit di pagi hari. Suzy pun sudah mulai tidak peduli dengan teman-teman sekolahnya. Tapi suatu keanehan terjadi saat makan siang di kantin. Suzy kedatangan teman baru bernama Sandra dan Daera. Mereka bercerita banyak. Suzy pun mulai meceritakan mengenai dirinya. “Berbicara denganmu sungguh menyenangkan Suzy. Sampai bertemu besok,” pamit Daera.
          Di sore harinya Suzy berkumpul dengan teman-teman yang baru dikenalnya kemarin. Hari itu mereka juga bersenang-senang. Suzy tidak mau hari itu berakhir.
          Terlihat seperti Suzy sudah mempunyai teman sekarang. Sandra dan Daera selalu di dekat Suzy dan berbincang dengannya saat makan siang. Kali ini mereka sedang membicarakan sebuah proyek fisika yang dijadika tugas rumah oleh guru mereka. “Entahlah, aku bingung topik apa yang akan aku bahas.” “Topik tentang hewan saja.” “Bagaimana kalau hewan laba-laba? Kau bisa membicarakan tentang jaringnya.” “Ide yang bagus Suzy. Tapi aku takut dengan laba-laba.” “Benar, terakhir kal Sabdra menyentuh laba-laba tubuhnya langsung memerah seperti buah tomat,” Daera tertawa. “Entahlah, tapi kau tidak akan tahu sebelum mencoba kan?” Sandra dan Daera saling bertatapan. “E, Suzy, aku harus pergi.” “Aku juga.” Mereka pergi tanpa suatu alasan yang jelas meninggalkan Suzy sendirian di mejanya.
          “Aku tidak tahu apa salahku. Aku hanya menyuruhnya untuk mencobanya. Apa itu salah?” keluh Suzy. “Suzy, kau sama sekali tidak salah. Kau baik telah menolong mereka. Setidaknya jaring laba-laba itu menarik,” hibur Lily. “Ya, benar, kau masih punya kami. Kami akan mendukungmu seberapa pun gilanya dirimu,” tambah Jonathan. “Jika kau tidak diterima disana.” “Paling tidak kau sudah berusaha untuk menarik perhatian mereka.” “Ya, mereka mau menerima atau pun tidak itu tidak masalah.” “Benar Suzy, kau sebaiknya tidak memikirkannya terlalu dalam.” Mereka saling bersautan untuk menghibur Suzy. “Kami selalu ada disini untukmu. Kau bisa menjadi apa saja yang kau mau bersama kami.” “Ya, jika bersama mereka kau tidak menemukan siapa dirimu maka datanglah pada kami. Dimana kami selalu menerimamu dan menjadi tempat dimana kau berada,” lanjut Tania. Suzy terharu, matanya berkaca-kaca. Mereka pun berpelukan. Akhirnya Suzy dapatkan tempat dimana dia bisa berada.
          “Ibu, boleh aku pindah sekolah?” “Pindah sekolah? Memang di sekolahmu yang sekarang kenapa sayang?” tanya ibu bingung. “Karena aku sudah memiliki teman yang sangat luar biasa yang bisa menerimaku. Dan aku ingin bersama mereka.” Ibunya terdiam berpikir. “Baiklah sayang. Tapi berjanjilah satu hal.” Suzy menganggukkan kepala,”Kau harus bahagia. Meskipun kau berada di sebuah istana emas. Jika kau tidak bahagia maka itu semua tidak ada artinya. Ibu ingin kau bahagia. Jadi kejarlah kebahagiaanmu meski sampai ujung dunia. Kau berhak mendapatkannya sayang.” “Terima kasih ibu,” Suzy memeluk ibunya.
          Suzy pun pindah ke sekolah tempat teman-temannya berada. Disana mereka berada di satu kelas yang sama. Mereka selalu bersama dan bersenang-senang. Suzy merasa bahagia dan Suzy merasa disinilah tempatnya seharusnya berada. Bersama teman-teman yang menyayanginya dan menghargainya. Suzy bahagia.

No comments:

Post a Comment