Cast: Niki,
Kevin, Mira
Genre: Romance,
Teen
OneShoot
Recomended song:
Love Love Love by Roy Kim
Setiap kali aku
melihatnya tersenyum, berjalan, caranya bicara dan caranya menatapku. Semua itu
sudah seperti obat bagiku. Ingin aku mendekati dan menyapanya. Tapi itu tidak
mungkin karena perbedaan di antara kita yang begitu mencolok. Aku tidak ingin
dia tersakiti jika aku mendekatinya. Setiap melihatnya berjalan dan memandang
wajah manisnya, jantungku terus berdegub sangat cepat. Entah apa yang terjadi
padaku saat ini.
Dia adalah gadis
pindahan dari kota lain yang masuk ke sekolahku. Dia masuk di tahun pertama
sedang aku berada di tahun kedua. Sejak
pertama kali melihatnya di ruang guru kurasa aku jatuh cinta pada pandangan
pertama. Ini mungkin konyol tapi itu benar. Pikiranku tidak bisa lepas darinya.
Wajahnya selalu muncul di kepalaku meski aku sudah berusaha untuk mengalihkan
perhatianku.
Dia memiliki
rambut yang tergurai panjang di punggungnya. Matanya bersinar dan bibir
mungilnya tak pernah lepas dari senyum manis saat ia sedang berbicara. Terlihat
dari gesture tubuhnya, dia sangat lincah dan periang. Tapi ada satu pertanyaan
yang selalu melayang dibenakku. Apakah dia sudah mempunyai kekasih? Apa dia
menyadari kehadiranku? Apa aku bisa menjadi bagian dari hidupnya? Apa aku bisa
membuatnya melihatku?
Beribu
pertanyaan muncul dalam waktu bersamaan. Pertanyaan yang menuntut jawaban yang
belum jelas baginya. Besok adalah hari festival sekolah yang diadakan setiap
tahun sekali. Setiap kelas entah itu kelas senior atau pun junior, mereka akan
bersatu padu untuk memeriahkan acara festival.
Mungkin ini
kesempatan bagiku untuk mendekatinya. Oh Tuhan, tolong bantu aku. Beri aku
kekuatan untuk bisa menatap wajahnya karena jantung ini tak pernah berhenti
melonjak-lonjak saat melihatnya. Aku takut jika dia bisa mendengar degub
jantungku.
***
Entah mengapa
sejak pertama aku masuk sekolah ini, aku merasa seperti sedang diawasi. Tapi
oleh siapa? Begitu banyak orang disekelilingku. Aku tak bisa menuduh
sembarangan. Tapi ada satu orang yang menarik perhatianku. Dia seorang siswa
laki-laki bertubuh jangkung, berkulit putih serta rambut hitam yang
acak-acakan. Dia masuk di tahun kedua sekolah itu.
Siapa dia?
Kenapa setiap aku melihatnya mata kami selalu bertemu? Apa dia juga melihatku?
Aku selalu mencari kesempatan barang kali aku bisa melihat wajah tampannya.
Namun, setiap kali kami bertemu pandang, jantungku berpacu terlalu cepat sampai
aku takut kalau-kalau dia akan meloncat dari dadaku. Perutku mulas dan keringat
dingin selalu mengucur menuruni punggungku. Aku sedikit merasa risih merasakan
sensasi yang tidak biasa itu.
Mau tidak mau
aku harus membiarkan diriku untuk berpura-pura tidak melihatnya. Kucoba
fokuskan pikiranku hanya kepada pelajaranku saja. Tapi, dia selalu hadir di
setiap mimpiku. Aku hampir gila karena dia.
Jika suatu saat
kami bisa bertemu mungkin aku akan menyuruhnya keluar dari pikiranku.
***
Matahari sudah
berada di puncaknya. Semua murid di sekolah itu pun sudah sibuk dengan dekorasi
gedung luar sekolah dan gedung dalam sekolah. Mereka membuat stan-stan di
sepanjang jalan setapak di taman sekolah itu. Mereka menggunakannya sebagai
bazar pada saat acara.
“Niki, bisa kau
ambilkan kotak itu”, pinta seorang gadis kepada Niki. Niki mengangguk dan
berjalan ke arah kotak yang ditunjuk Mira. Dilihatnya isi kotak itu dan
menghela napas panjang sebelum mengangkatnya.
Tangannya
tertahan saat melihat tangan seorang sudah mengangkat kotak itu. Dilihatnya
siapa orang itu dan dia membelalak. Seorang laki-laki yang selalu mengusik
hidupnya tiba-tiba sudah berada tepat di hadapannya. Senyum manisnya mengembang
di sudut bibirnya. Niki hanya terbengong tanpa merespon sedikit pun.
“Hei, kau tak
apa? Kotak ini cukup berat jadi aku saja yang membawanya”, ujar laki-laki itu.
Niki tersentak dan mengerjap-erjapkan matanya. “Ah ya, terima kasih tapi tidak
usah karena aku bisa sendiri”, sergah Niki gelagapan. Tangannya hendak
mengambil kotak itu tapi laki-laki itu melangkah mundur.
“Tidak apa. Biar
aku saja yang membawanya”, paksa laki-laki itu. Niki terdiam. “Namaku Kevin”,
kata Kevin memperkenalkan diri. “Ah, aku, Nikita. Tapi kau bisa memanggilku
Niki jika kau mau”, Niki tersenyum. Kevin pun membalasnya dan mulai berjalan ke
arah stan kelas Niki.
Mereka berjalan
dalam diam sambil sesekali mencuri pandang. Setelah sampai, Niki menyuruh Kevin
meletakkannya di sudut stan. Kevin menghela napas berat dan sedikit meregangkan
otot-ototnya. “Maaf merepotkanmu”, kata Niki. “Tidak apa”, sahut Kevin
tersenyum. “Ah, kau mau minum?” tanya Niki sambil berjalan mengambilkan segelas
air untuk Kevin.
Niki memberikan
gelas itu pada Kevin dan tangan mereka pun bertemu. Mereka saling bertemu
pandang sebentar sebelum akhirnya Kevin menarik gelas itu.
Hari telah
menjelang sore. Seluruh persiapan telah siap. Tinggal menunggu menit-menit
terakhir festival dimulai. Seluruh murid boleh mengundang siapa saja karena
festival ini diadakan untuk umum. Festival ini juga digunakan untuk
mempromosikan sekolah mereka pada masyarakat sekitar.
Sudah satu jam
berlalu. Seluruh taman sekolah itu sudah penuh sesak dengan orang-orang yang
ingin menikmati festival. Terdapat musik yang mengalun indah dan juga
hiburan-hiburan menarik lainnya.
Stan Niki begitu
ramai sampai tak ada waktu untuk beristirahat sampai Mira berkata,”Niki, kau
istirahatlah dulu. Biar aku yang menggantikanmu.” “Baik. Tolong ya.” Niki pun
bisa bernapas lega meskipun sebentar.
Dia mencoba
untuk berjalan melihat stan-stan dari kelas lain. Mereka sungguh atraktif dan
penuh dengan kreasi. Senang melihat banyak orang yang datang berkunjung.
Langkahnya terhenti saat dia mendengar seseorang memanggil namanya.
“Niki!” Niki
menoleh dan menemukan Kevin yang sudah ngos-ngosan mengejar Niki. Niki terheran
melihat sosok Kevin yang terengah-engah seperti itu. “Huft, jalanmu cepat
juga”, katanya. “Kau tak apa?” tanya Niki khawatir melihat keringat mengucur
deras dari wajah tampannya. “Huh, tidak apa. Kau mau em, apa kau, em ah...”
Niki mengernyitkan kening tanda tidak mengerti apa yang Kevin coba katakan
padanya. “Ya?” “Huft, panas sekali ya disini”, kata Kevin akhirnya sambil
mengipas wajahnya dengan kedua tangannya.
“Ah? Iya”, sahut
Niki sedikit kecewa. Tanpa disadari Niki, Kevin melihat raut wajah Niki yang
sedikit murung. Entah mengapa hati Kevin tergerak untuk menghibur Niki. Dia
tidak ingin melihat ekspresi itu di wajah cantik Niki. Kevin pun memberanikan
diri menarik tangan Niki dan mengajaknya jalan keluar dari kerumunan masa itu.
***
Deg...jantungku
serasa berhenti saat tangan itu menyentuh tanganku. Dia menarikku keluar dari
kerumunan orang-orang. Aku ingin tahu apa yang sedang dia pikirkan. Kenapa
tangannya begitu hangat. Aku tidak ingin melepas tangan ini. Aku ingin tangan
ini selalu menggenggam tanganku.
Kulihat ekspresi
wajahnya. Kutertegun karena baru kali ini aku melihat wajahnya yang serius. Dia
berjalan di depanku tanpa melihatku. Dia menyingkirkan orang-orang yang
menghalangi jalannya dengan lembut. Aku terpukau melihatnya. Semua yang dia
lakukan selalu sukses menggetarkan hatiku yang sudah lama vakum.
Setelah kami
keluar dari kerumuman banyak itu, aku melihat sekeliling mencari tahu kemana
Kevin membawaku. Butuh waktu bagiku untuk mencerna dimana tempatku berdiri.
Bukankah ini di gedung olahraga? Tepatnya di gudang penyimpanan alat-alat
olahraga. Terlihat dari tempatku berdiri cahaya terang benderang dari arah
festival. Baru kusadari tempat itu seperti lautan manusia. Aku menghela napas
singkat sebelum akhirnya Kevin memulai pembicaraan.
“Tempat itu
seperti pasar menurutku”, Kevin terkekeh sambil memandang ke arah festival
berlangsung. “Huft, Niki ...”
***
Kutelan ludahku
dengan susah payah. Berdiri tepat disamping gadis yang aku suka begitu
menyiksaku. Hatiku tak tenang. Aku takut jika aku mengucapkan sesuatu yang
salah ataupun bertindak yang salah. Aku tidak ingin dia memandangku buruk. Aku
hanya ingin dia tahu perasaanku padanya.
Hal yang
mustahil aku lakukan akan kulakukan malam ini juga. Semua kemungkinan terburuk
aku siap menerimanya. Kumenghela napas berat sambil menatap ke arah festival
karena aku tak sanggup menatap kedua mata mungilnya. Aku harus menghentikan ini
semua.
“Huft, Niki kau
lihat kerumunan orang banyak itu?” tanyaku. “Hm, iya aku melihatnya”, jawab
Niki tersenyum gugup. “Begitu banyak orang disana berebut untuk mendapatkan apa
yang mereka mau.” Aku memberi jeda akan pernyataanku berharap susunan kalimatku
benar.
“Lihatlah di
stan kelasku. Kau lihat disana orang-orang sedang berjuang untuk mendapatkan
hadiah utama.” Niki melihat ke arah stan Kevin yang dipenuhi dengan
orang-orang. Terlihat sebuah boneka beruang besar yang berlabel “limited
edition”. Dan memang boneka itu sedang menjadi tren di kalangan remaja cewek
dan persediaannya terbatas. Beruntung kelas Kevin mendapatkan boneka itu.
“Mereka berjuang
begitu keras. Tapi hanya ada satu yang akan mendapatkan hadiah utama itu”,
lanjutku lalu melayangkan pandanganku ke mata indah Niki. Jantungku yang berderap
kencang tidak kuhiraukan lagi. Aku ingin mengenal Niki lebih dalam lagi. Aku
ingin dia menjadi milikku sebelum orang lain memilikinya.
“Apa aku bisa
memiliki hadiah utama itu?” tanyaku penuh arti.
***
“Apa aku bisa
memiliki hadiah utama itu?” tanya Kevin dengan suara lembutnya. Niki hanya bisa
memandang dari bilik mata sendu Kevin. Entah apa yang Kevin pikirkan
tentangnya. Tak sedetik pun mereka melepaskan pandangan.
“Kau bisa
memiliki hadiah utama itu”, sahut Niki sedikit berbisik. “Benarkah? Kalau
begitu apakah aku bisa memiliki hatimu?” tanya Kevin langsung ke topik. Mata
Niki membelalak lebar mendengar pertanyaan Kevin yang tiba-tiba itu.
Tanpa menunggu
lebih lama lagi Kevi meraih tangan Niki. Dengan lembutnya Kevin menggenggam
tangan Niki lalu setengah berlutut di hadapan Niki. Tanpa melepas tangan Niki,
Kevin berkata,”Aku mau kau menjadi milikku. Aku tahu kalau kita tidak pernah
berbincang-bincang maupun berteman. Tapi aku selalu melihatmu seakan kita telah
memiliki hubungan. Aku tak bisa berhenti memikirkanmu. Semuanya hanya tentang
kau, Niki.” Niki terdiam mendengar pengakuan Kevin. Ditengah festival yang
berlangsung Kevin menyatakan perasaannya.
“Apa kau mau
menjadi kekasihku, Niki?” tanya Kevin dengan seluruh kekuatan yang tersisa.
Niki terpaku mendengar pertanyaan utama Kevin. Menjadi kekasihnya adalah hal
yang selalu diinginkannya dan inilah saatnya itu terjadi. Dia pun tahu jika
perasaannya tidak bertepuk sebelah tangan. Kevin pun selama ini melihatnya
seperti halnya dirinya yang selalu melihat Kevin.
Kevin melihat
Niki penuh harap. Berharap perasaannya tidak bertepuk sebelah tangan. Jantung
berdetak semakin kencang menunggu jawaban Niki yang lumayan lama itu. Apa
mungkin dia tidak menyukainya? Ataukah dia sudah memiliki kekasih lain?
Baiklah, Kevin sudah tidak peduli tentang itu. Dia sudah siap menerima jawaban
terburuk dari Niki. Meskipun sakit tapi dia akan bertahan.
“Jangan pernah
diam-diam melihatku lagi”, kata Niki akhirnya. Sekarang ganti Kevin yang
membelalak. Pada akhirnya penolakan yang ia dapat. Kevin tak sanggup lagi terus
menatap Niki. Kepalanya tertunduk dan dahinya mengerut. Napasnya sesak dan
seluruh tubuhnya lemas tak bertenaga. Beginilah rasanya ditolak oleh orang yang
selama ini dia sukai. Begitu sakit hati ini.
Niki menarik
tangannya dari genggaman Kevin. Kevin pun pasrah tangan Niki terlepas dari
genggamannya. Tanpa mengubah posisinya, Kevin berharap jika ini semua hanyalah
mimpi.
Tiba-tiba tangan
Niki menyentuh lembut wajah Kevin yang tertunduk. Kevin terkesiap menyadari
tangan Niki menyentuh wajahnya. Begitu hangat dan lembut. Perlahan tapi pasti
Kevin mengangkat wajahnya. Betapa terkejutnya ia saat melihat wajah Niki yang
menangis bahagia. Kevin mengerutkan alisnya tidak mengerti apa yang sebenarnya
terjadi.
“Kau membuatku
takut. Aku takut kehilangan dirimu. Saat inilah yang selalu kutunggu-tunggu
sejak pertama kali kita bertemu. Pikiranku pun tak pernah lepas darimu. Apa
kita bisa bersama ataukah tidak? Apa kau mempunyai perasaan yang sama ataukah
tidak? Pertanyaan yang aku tidak berani mengetahui jawabannya. Dan sekarang kau
disini, aku tidak akan melepasmu lagi”, aku Niki.
Kevin pun meraih
tangan Niki dan berdiri. Ditariknya tangan Niki hingga tubuh Niki berada
dipelukan Kevin. Mereka saling berpelukan. Dilepaskannya pelukan itu dan mereka
saling bertatapan. “Terima kasih”, ucap Kevin bahagia. Niki menggelengkan
kepalanya,”Akulah yang seharusnya berterima kasih.”
End~
Hope you like my story :) God bless and have a nice day...
No comments:
Post a Comment