Cast: Kim Yu Ra, Kim Jong Woon
Genre: Sad, Romance, Teen
OneShoot
Tik Tok Tik Tok...
Begitulah jam berdetik setiap
harinya. Jam yang tak pernah berhenti satu detik pun, sama seperti kehidupan
yang harus terus berjalan. Sinar matahari pagi dan suara dari gonggongan anjing
semakin meramaikan hari yang sangat spesial bagi gadis muda bernama Kim Yu Ra.
Gadis yang tengah tertidur di tempat tidurnya yang nyaman itu pun perlahan
menggeliat. Matanya mengerjab-erjab karena silaunya sinar matahari. Diusapnya
pelan kedua mata mungilnya dan menoleh ke sisi samping tempat tidurnya.
Dilihatnya sosok pria yang sangat
dicintainya. Pria berkulit putih berambut coklat inilah yang membuat hari Kim
Yu Ra semakin berwarna. Didekatinya sosok pria disampingnya itu. Wajah polos
yang terukir indah di setiap lekukan wajahnya membuat Yu Ra tak pernah bosan
untuk menatapnya lama. Senyumnya perlahan mengembang mengingat tingkah
kekanak-kanakan kekasihnya itu.
Pria itu perlahan menggerakkan
tubuhnya. Terkesiaplah Yu Ra dan segera memosisikan dirinya ke sisi tempat
tidurnya. Matanya tak pernah lepas dari gerakan tubuh lelaki pujaannya itu.
Pria itu perlahan membalikkan badannya dan membuka mata. Matanya begitu indah
dibawah terpaan sinar matahari pagi.
“Pagi oppa”, sapa Yu Ra.
Yu Ra segera bangkit dari tempat
tidurnya dan masuk ke dalam kamar mandi. Beberapa saat kemudian keluarlah Yu Ra
dengan pakaian sudah rapi dan bau aroma bunga sakura menyerbak keluar dari
tubuh Yu Ra. “Ne, oppa. Yeoja-mu ini memang sudah cantik”, katanya memuji diri
sendiri.
Disahutnya lengan lelaki itu,”Ayo
oppa. Kajja mandi. Kau tidak ada kerjaan kan hari ini? Kita jalan-jalan yuk?”
Yu Ra menarik lengan kekasihnya yang masih betah di tempat tidur dengan
semangat penuh. Sampai akhirnya perjuangan Yu Ra terbalas. Lelaki itu bangun
dan segera masuk ke dalam kamar mandi. Terdengar suara percikan air dari dalam
kamar mandi.
Selagi kekasihnya itu mandi, Yu Ra
merapikan tempat tidur yang masih berantakan karena ulah mereka berdua. Setelah
itu disiapkannya pakaian yang cocok untuk kekasih hatinya itu.
Beberapa saat kemudian keluarlah
sosok pria bertubuh lapang dan tegap dari kamar mandi. Dia hanya berbalutkan
handuk di bagian bawah sehingga dadanya yang bidang itu terlihat. Rambutnya
masih basah karena keramas. Tanpa banyak menunggu dia menyambar baju yang telah
Yu Ra siapkan di atas meja. Sedangkan Yu Ra sekarang sedang menyiapkan sarapan
di dapur.
“Ah, kau tampan oppa”, puji Yu Ra.
“Kemarilah aku sudah membuatkan sarapan yang lezat untuk kita berdua.” “Semua
hari spesial, oppa. Karena ada oppa disampingku”, gombal Yu Ra. Mereka duduk
berhadapan. Makanan pun telah tertata rapi di depan mata mereka. Dilahapnya
sarapan itu dalam keadaan tenang.
“Oppa, setelah ini kita ke taman ne?”
ajak Yu Ra. Semburat senyuman langsung terpancar setelah lelaki itu mengangguk
setuju.
08.00 waktu Korea
Yu Ra menghirup udara dalam-dalam
seakan tidak akan ada lagi udara semacam ini. Dilihatya wajah kekasihnya itu
lekat-lekat. “Wae? Apa aku tidak boleh melihat wajah kekasihku ini?” bibir Yu
Ra memaut. “Oppa, jangan acak rambutku. Kajja, kita jalan”, ajak Yu Ra
bersemangat sambil merapikan poninya yang diberantakkan oleh kekasihnya itu.
Disepanjang perjalanan terhampar
padang bunga yang sedang bermekaran. Angin berhembus sepoi-sepoi seakan mendukung
acara jalan-jalan mereka. Digandengnya tangan kekasihnya itu. Mereka pun
berjalan dengan senyum.
“Oppa, seharusnya kau bawa kameramu
itu. Pemandangan disini sangat indah”, ujar Yu Ra. “Ne, aku juga tidak
kepikiran”, kata Yu Ra lagi terkekeh.
Mereka jalan di jalan setapak yang
telah tersedia. Tidak banyak orang yang menikmati indahnya hari itu. Jadi
mereka dapat dengan bebas meluapkan rasa cinta mereka di padang bunga nan indah
ini.
“Oppa kemarilah”, Yu Ra melepas
genggamannya dan berlari ke arah bunga yang mekar dengan sempurna. Bunga dengan
warna sembur kemerahan sama seperti wajah Yu Ra disaat malu. “Aigoo, indah
bukan oppa?” Tangan lelaki itu perlahan mengambil bunga itu dan menaruhnya di
telinga Yu Ra. Pipi Yu Ra sempat merona oleh kelakuan kekasihnya itu.
Mereka pun melanjutkan perjalanan
mereka. Sampailah mereka di puncak sebuah bukit dengan sebatang pohon rindang
disana. Duduklah mereka dibawah pohon rindang itu. Mereka saling bersandar
dibawah terpaan angin pagi.
“Oppa, aku merasa damai sekali”,
ungkap Yu Ra. “Aku ingin seperti ini terus oppa. Bersama denganmu selalu tanpa
melewatkan satu detik pun.” Dipejamnya kedua mata Yu Ra mencoba menikmati
suasana sesempurna ini. Jarang sekali dia bisa bersama dengan kekasihnya karena
jadwal kekasihnya ini sangat padat hampir-hampir libur satu hari pun tak dapat.
Tapi kali ini kesempatan yang langka bagi Yu Ra untuk dapat berduaan dengan
kekasihnya. Tidak akan dia lepaskan kesempatan langka seperti ini.
Braaakkkk....!!!!!!!!
Tersentaklah Yu Ra karena terkejut
oleh hentaman pintu yang sangat keras. Kedua mata mungilnya kini membulat
sempurna. Raut wajahnya sarat akan kebingungan. Dimana dia saat ini? Tangannya
tak bisa digerakkan. Seluruh tubuhnya serasa dikunci mati.
“Andwae! Andwae! Andwae! Mau bawa
kemana kekasihku?! Hyaaa! Kalian!!!” teriak Yu Ra. Tubuhnya meronta ingin
dilepaskan dari ikatan tali yang melilit tubuhnya. Jantungnya berdegub sangat
kencang. Adrenalinnya terpompa sampai kepuncaknya.
Semua emosi berkecamuk saat itu juga
dalam hati Yu Ra. Dia berteriak dan meronta tapi tak ada yang mendengar. Mereka
terus saja berjalan menjauhinya.
Air mata pun menetes dari pelupuk
matanya. “Kumohon jangan bawa oppa-ku. Jebal”, katanya pasrah. Sosok lelaki
yang teramat dicintainya kini telah pergi bersama mereka. “Oppa, jangan
tinggalkan aku. Aku tak bisa tanpamu.”
“Lihatlah dia. Dia berkhayal lagi.”
“Sungguh kasihan melihat yeoja ini.
Dia begitu merana oleh kepergian kekasihnya.”
“Aku rasa dia tidak akan bertahan
melewati ini semua.”
“Lihat dia terus saja meronta dan
mengamuk. Aku harus memberinya obat penenang.”
Dirasanya tangan Yu Ra digenggam oleh
seseorang. Tangannya begitu dingin dan asing bagi Yu Ra. “Siapa kau? Jangan
berani-berani menyentuhku! Kembalikan oppa-ku! Kembalikan!!!!!!” sebuah
sengatan suntikan menembus kulit mulusnya.
Beberapa detik kemudian Yu Ra merasa
pening. Kepalanya mulai terasa berat dan kesadarannya pun mulai menghilang.
08.45 waktu Korea
Yu Ra menahan napasnya dan terbangun
dari tidurnya. Jantungnya berdetak begitu cepat hingga terdengar oleh
telingannya. Dierjap-erjapkannya kedua matanya dan segera mencari sosok lelaki
pujaannya itu. Betapa leganya ia saat melihat lelaki itu masih duduk
disampingnya sambil menatap bingung Yu Ra.
“Oppa aku bermimpi buruk. Aku
bermimpi kau akan meninggalkanku”, cerita Yu Ra. “Oppa, kau tidak akan pernah
meninggalkanku kan?” tangan pria itu membelai lembut kepala Yu Ra. “Gomawo,
oppa.”
Angin berhembus lembut menerpa rambut
Yu Ra dan lelaki itu. Dilihatnya padang didepannya terhampar begitu indahnya dengan
rumput yang bergoyang riang diterpa angin pagi. Awan pun bergulung-gulung
berlomba menutupi mereka dari sinar matahari pagi.
Perlahan tangan Yu Ra menggenggam
tangan kekasihnya. Begitu lembut seperti kulit bayi yang masih polos.
Disandarkannya kepalanya di pundak lelaki itu sambil menyanyikan lagu favorite
mereka. Hari itu begitu indah dan ingin rasanya waktu berhenti membiarkan
mereka menikmati hari berdua.
“Seperti apa rupa kekasihnya itu?”
“Entahlah. Dia bilang kalau
kekasihnya itu sangat tampan.”
“Setampan apakah dia? Apakah setampan
pangeran William?”
“Haha, ngacau kau. Sudahlah, biarkan
dia tidur.”
5...4...3...2...1...
“Oppa eodiga?” tanya Yu Ra sesaat
setalah sadar dia sudah berada di ruangannya. Ruangan itu tampak suram karena
cahaya lampu yang rebam petang. Yu Ra menoleh ke kanan dan kirinya namun nihil.
Tak terlihat satu jengkal pun keberadaan kekasihnya itu. Napasnya mulai sesak,
tangannya mulai berkeringat dan mengepal.
“Oppa? Oppa? Oppa!!!!!!!” teriaknya.
Dia berdiri dan berlari ke arah kamar mandi. Tapi tak ditemukannya dia. Dia
mencari di dapur dan jendela luar tapi tetap saja tidak terlihat batang hidung
lelaki tampan itu.
“Oppa! Oppa! OPPA!!!!!!!!!” teriaknya
mulai histeris. Pintu utama mendadak terbuka. Hati Yu Ra beronjak senang karena
lelaki itu pun telah kembali. “Oppa? Kau dari man...” bukan kekasihnya yang dia
lihat melainkan 2 orang lelaki berbaju putih datang menyergapnya. Dipegangnya
kedua tangan Yu Ra kebelakang punggungnya. Yu Ra spontan memberontak dengan
tindakan mereka.
“Lepaskan! Siapa kalian? Kalian yang
mengambil oppa-ku kan? Kembalikan! Kembalikan!!!!!” Yu Ra menendang-nendangkan
kedua kakinya kepada lelaki yang menghardiknya. Tapi percuma karena kekuatan Yu
Ra tidak sebanding dengan kekuatan 2 orang laki-laki.
“Yu Ra, hentikan! Sudah cukup!” kata
seorang. Tapi Yu Ra tidak mendengarnya malah terus menendang-nendang. “Yu Ra
jebal, kekasihmu itu sudah tidak ada.” “Andwae, kekasihku itu ada. Kenapa
kalian terus menerus mengatakan kalau kekasihku itu tidak ada? Kembalikan oppa!”
“Tsk, sanbei sebaiknya kita bius saja
dia”, usul yang lain. “Jangan, kita harus membawanya padanya. Ini sudah
kelewatan.”
Mereka membawa Yu Ra ke tempat penuh
cahaya. Dia didudukan di sebuah kursi dengan meja besar dihadapannya. Ada
sebuah kaca besar menempel indah di dinding di depan matanya.
Kedua lelaki tadi meninggalkannya
sendiri di ruang putih itu. Tak lama kemudian datang seorang asing memakai baju
putih juga. Dia duduk di hadapan Yu Ra sambil menatap hangat padanya. Tapi Yu
Ra menatap kosong lelaki itu.
“Kembalikan oppa”, pinta Yu Ra lagi.
“Kim Yu Ra, apa kau tahu dimana kita sekarang?” Yu Ra menggeleng tanda dia
tidak tahu. “Aku sedang berada di bawah pohon bersama dengan kekasihku. Tapi
tiba-tiba saja aku sudah berada di tempat asing ini. Itu membuatku takut
terlebih karena aku melihat kalian membawa pergi oppa”, jelas Yu Ra.
Lelaki itu terdiam beberapa saat
sampai akhirnya dia menghela napas berat. “Sudah berapa lama kalian pacaran?”
tanya lelaki itu. “5 tahun. Tunggu dulu, siapa kau?” “Aku adalah seseorang yang
akan menolongmu menemukan kekasihmu.” Semburat harapan pun muncul di benak Yu
Ra. “Jinja? Ah, syukurlah masih ada orang yang ingin membantuku”, katanya
senang.
“Apa kau masih ingat kejadian pada
tanggal 10 April 2013 pada jam 08.00 pagi?” tanya orang itu serius. Yu Ra
memutar kembali ingatannya. “Ah, bukankah itu hari ini? 10 April? Dan jam 8, ah
itu waktu dimana kami akan pergi jalan-jalan dan disaat yang sama aku juga
berada disini.” “Benar, itu hari ini tapi bukan hari ini yang aku maksud.” Yu
Ra mengerutkan dahinya. “Lalu maksud ajusshi? Jika bukan sekarang kapan lagi?”
“Apa kau sudah benar-benar melupakan kejadian itu Yu Ra?” “Kejadian apa?
Ajusshi jangan membingungkan aku”
“Siapa nama kekasihmu itu?”
“Kekasihku? Dia bernama Kim Jong Woon. Wae?” “Dia, apa kau masih berhubungan
dengannya lagi?” “Hyaaa ajusshi, aku sudah bilang jika kami tadi sedang duduk
menikmati hari sebelum aku dibawa ke tempat aneh ini eoh?” “Apa dia mengatakan
sesuatu padamu? Apa dia tidak bersikap aneh?” “Aniyo, dia sama seperti biasa.”
“Dengar Yu Ra, pada tanggal 10 April
kau dan Jong Woon memang akan pergi jalan-jalan. Tapi acara kalian batal karena
terjadi suatu kecelakaan.” Yu Ra mendengar dengan serius. Tanganya sedikit
gemetar. “Kau tidak sengaja menyeberang tanpa melihat kalau ada sebuah bis yang
sedang melaju kencang ke arahmu. Jong Woon dengan sigap mendorongmu ke sisi
jalan dan akibatnya dia terhempas oleh bis itu.” Tangan Yu Ra mengepal
kuat,”Andwae, hentikan, ini bohong.”
“Setelah kejadian itu kau panik dan
tidak segera menelpon ambulance sampai pada akhirnya Jong Woon tidak
terselamatkan”, kata ajusshi menutup ceritanya.
Air mata menetes dari pelupuk mata Yu
Ra turun membasahi pipinya. Dia mulai sulit mengatur napasnya.
“Tidak mungkin. Kau pasti salah orang.
Bukan aku. Bukan.”
“Yu Ra, lihat dirimu sekarang. Coba
kau ingat kejadian setelah pemakaman kekasihmu itu.”
Air mata Yu Ra semakin deras dan
tangannya mulai menggaruk-garuk kepalanya dengan kasar hingga rambutnya menjadi
kusut. Kakinya mulai menendang-nendang. Kepalanya menggeleng tidak aturan
membuat ajusshi itu menjadi siaga.
“Yu Ra tenangkan dirimu...” suara
ajusshi tiba-tiba menghilang.
Ruangan itu berubah menjadi putih dan
menghilang membawa Yu Ra kembali disaat dia akan pergi bersama kekasihnya.
Disaat yang sama ketika dia akan menyeberang.
10 April 2013, jam 08.00 waktu Korea
“Oppa, palliwa!” seru Yu Ra tidak
sabaran ketika melihat kekasihnya itu tertinggal di belakangnya. “Tidak bisakah
kau pelan sedikit eoh? Kau membangunkanku pagi sekali dihari liburku yang
sangat langka ini hanya untuk menemanimu piknik”, keluh lelaki itu. “Hyyaaaa
Jong Woon-ah, apa kau tidak ingin menikmati hari langka ini bersama dengan
kekasihmu yang cantik dan neomu neomu yepo ini?” goda Yu Ra. “Tsk. Awas kau Kim
Yu Ra!” Jong Woon mempercepat langkahnya dan lama kelamaan berlari ke arah Yu
Ra. Yu Ra yang menyadari tindakan Jong Woon pun berlari kecil menjauhinya
sambil menjulurkan lidah mungilnya.
“Oppa hentikan aku sudah lelah”,
pinta Yu Ra yang nyaris tertangkap oleh dekapan Jong Woon. “Aku tidak akan
berhenti sampai mendapatkanmu didekapanku.” Dengan satu sahutan kilat Yu Ra
sudah berada dipelukan Jong Woon. Yu Ra membelalak menyadari posisinya
sekarang. Angin berhembus membawa kelopak-kelopak kecil bunga dipadang yang mereka
lewati. Mereka berpelukan cukup lama sampai akhirnya Jong Woon melepas Yu Ra.
“Yu Ra-ya, kau harus kuat ne? Kau
harus tetap bersemangat seperti ini untukku. Kalau perlu paksa aku setiap hari
untuk menangkapmu”, kekeh Jong Woon. “Aku tidak ingin melihatmu bersedih karena
aku. Jaga dirimu baik-baik. Jangan telat makan” “Hyaaa, oppa berbicara
seakan-akan oppa akan pergi dariku”, rengut Yu Ra. “Haha, aku tidak akan
meninggalkanmu Yu Ra. Aku akan selalu berada disampingmu apa pun yang terjadi.”
“Janji?” “Janji”, mereka menautkan jari kelingking mereka berdua.
“Yu Ra?”
“Hmm?”
“Saranghae”
Tiinnnnn!!!!!!
YU RA!!!!
Bruuukkkkk....
Pandangannya berubah menjadi putih
dalam sekejap mata. Tanpa disadari bahwa dia sudah terkapar tak berdaya. Kedua
matanya tertutup rapat seakan tidak bisa terbuka lagi. Rasa sakit yang luar
biasa merayap diseluruh hatinya. Rasa kesal, marah, kecewa, dan semua emosinya
berkecamuk dalam dadanya. Melihat sosok pria yang sangat dicintainya harus
tertidur selamanya dihadapannya. Kedua tangannya mengepal kuat. Napasnya tak
teratur. Otaknya sudah tidak bisa berpikir lagi. Sebagian jiwanya seakan pergi
bersamanya.
Tes....
Air mata mengalir begitu saja tanpa
adanya perintah. Dadanya begitu sakit. Tubuhnya lemas. “Eoh?
Eerrrghh....arrrgghh....!!!!” serunya kesakitan. Sebilah pedang menusuk dalam
menciptakan sebuah lubang besar menganga dalam hati Yu Ra. Begitu sakit hingga
ingin mati rasanya.
Dia mencoba bangkit dan merangkak ke
arah tubuh Jong Woon yang telah berbaring di aspal jalan. Disentuhnya wajahnya
diguncangkannya tubuhnya. Tak ada respon dari Jong Woon. Diangkatnya kepala
Jong Woon dan terlihat aliran darah segar keluar dari belakang kepalanya.
Tangan Yu Ra bergetar hebat tak
sanggup menerima kenyataan bahwa pria yang sangat dicintainya kini sudah tak
bernyawa. Yang bisa dia lakukan hanya memeluk dan menangisi jasad kekasih
seumur hidupnya itu.
“Oppa, apa maksudmu melakukan semua
ini untukku?
Apa
kau sengaja mengambil hari libur untuk beristirahat selamanya?
Kata-kata
itu, yang kau ucapkan, apa kau bersungguh-sungguh dengan itu?
Oppa, jika aku tahu ini akan terjadi,
aku tidak akan memaksamu untuk pergi piknik.
Kau
mengatakan bahwa kau mencintaiku tapi apa? Kau mencintaiku dengan cara
meninggalkanku begini, eoh?” keluh Yu Ra di depan makam Jong Woon. Air mata tak
henti-hentinya mengalir sejak awal prosesi pemakaman.
“Kau jahat oppa. Kau sangat jahat.”
Hikz hikz hikz hikz.
“Yu Ra-ya, aku bahagia bisa memilikimu. Aku sangat senang sampai aku bisa
melompat dari gedung paling tinggi dan masih tetap berdiri di depanmu sambil
berkata, “I love you” karena aku sangat teramat mencintaimu. Yu Ra, maukah kau
menikah denganku?”
Sekilas kenangan kembali berputar
dibenak Yu Ra. Disaat Jong Woon akan melamar Yu Ra di taman belakang rumah
mereka.
“Oppa, aku mau menikah denganmu.
Inilah jawabanku untukmu.”
“Oppa, saranghae.”
“Yu Ra apa kau sudah sudah tidak
apa-apa?” tanya seorang disamping Yu Ra. Perlahan Yu Ra membuka kedua matanya
yang sempat tertutup itu. Dilihatnya wajah orang paruh baya yang begitu sabar
dan baik memandanginya lembut.
“Ajusshi, mianhae”, kata Yu Ra dengan
air mata masih mengalir mengingat kejadian itu.
“Tak apa Yu Ra. Menangislah sekuatmu
jika itu bisa membuat hatimu lega dan rasa sakitmu berkurang.” “Tapi dengan
menangis Jong Woon-ah tidak akan kembali”, timpal Yu Ra. Ajusshi menatap
kasihan Yu Ra. Dia tidak tega melihat seorang gadis cantik nan muda ini harus
mendekap di rumah sakit jiwa karena depresi akut setelah sepeninggalnya pria
yang sangat dikasihinya itu.
Ajusshi itu menyerahkan Yu Ra kepada
dua orang yang mengantarnya tadi. Mereka berjalan kembali ke kamar Yu Ra.
Yu Ra berjalan dengan terhuyung
mendekati sebuah bingkai foto. Foto tentang dirinya dan Jong Woon. “Hiks, oppa,
kau jahat sekali. Kita bahkan akan segera menikah, mempunyai banyak anak dan
hidup bahagia selamanya. Tapi kenapa kau meninggalkan aku sendiri disaat
begini?” gumam Yu Ra terisak oleh tangisannya.
“Yu Ra-ya, apa kau bahagia hanya dengan hidup bersamaku?”
“Hyaaa, oppa ini bicara apa? Tentu aku bahagia. Aku tidak butuh orang
lain selain oppa.”
“Aku juga sangat bahagia hidup bersamamu Yu Ra. Apa pun yang terjadi
ingatlah bahwa aku selalu mencintaimu. Aku ingin kau bahagia. Hiduplah dengan
baik selagi aku tidak ada disampingmu, ne?”
“Hmm, ne oppa.”
Sekilas percakapan mereka di bangku
taman belakang rumah mereka. Disaat mereka sedang menatap bintang dan
menuliskan nama mereka berdua di kertas biru kehitaman dengan corak bintang
yang bersinar terang.
“Oppa, aku akan bahagia.”
Tik Tok Tik Tok...
Terdengar suara detik jam di sebelah
telinga Yu Ra. Dibukanya perlahan kedua mata mungil itu menyambut sinar mentari
pagi yang sudah menerobos dengan bebas disela-sela jendela. Dia menatap ruang
kamarnya yang sudah biasa ia kenal selama hampir setahun. Yu Ra menghela napas
ringan dan tersenyum. Dia menoleh ke arah samping tempat tidurnya.
“Oppa, kau sudah bangun?” tanyanya
pada seorang lelaki yang sudah terduduk manis disisi Yu Ra.
“Hmm, Yu Ra-ya, selamat pagi”, sahut
lelaki itu dengan tersenyum manis khas selebriti dunia. Itulah yang selalu
membuat hati Yu Ra luluh.
“Ne, selamat pagi..... Jong Woon-ah”
~end