2013/11/01

Snorkeling/Diving

Snorkeling berasal dari kata snorkel dalam bahasa inggris yang artinya adalah (kb) alat pemasukan dan pengeluaran udara untuk sebuah kapal selam yang sedang berlayar dibawah permukaan air, juga untuk orang yang sedang menyelam. Jadi itu berarti snokel adalah alat pernapasan dalam air jika kita akan menyelam. Tidak jauh beda dengan diving yang kata dasarnya dive yang berarti menyelam.
Snorkeling adalah kegiatan berenang atau menyelam dengan mengenakan peralatan berupa masker selam dan snorkel. Selain itu, penyelam sering mengenakan alat bantu gerak berupa kaki katak (sirip selam) untuk menambah daya dorong pada kaki. Sedangkan snorkel sendiri berbentuk huruf J dengan pelindung mulut di bagian ujung sebelah bawah. Alat ini berfungsi sebagai jalan masuk udara ketika bernapas dengan mulut tanpa harus mengangkat muka dari permukaan air.
Kegiatan snorkeling bisa dilakukan semua orang. Penyelam yang tidak bisa berenang atau tidak bisa mengapung bisa mengenakan baju pelampung. Baju selam merupakan pelindung tubuh dari luka tergores terumbu karang atau sengatan ubur-ubur.
Selain menguasai cara bernapas dengan mulut melalui snorkel, kegiatan snorkeling tidak memerlukan pendidikan khusus. Walau demikian, seperti halnya selam scuba, kegiatan snorkeling tidak untuk dilakukan seorang diri, melainkan bersama teman atau secara berkelompok yang dijamin makin seru dan asyik.
Snorkeling merupakan kegiatan rekreasi air yang populer, terutama di resor pantai tropis dan lokasi selam scuba yang dangkal. Penyelam bisa mengamati beraneka ragam flora dan fauna bawah laut, seperti: terumbu karang, ikan, kerang, bintang laut, rumput laut, ubur-ubur, udang, dan penyu. Selain itu, snorkeling juga dilakukan orang di danau air tawar atau sungai.
Tempat-tempat yang biasa menjadi tujuan snorkeling antara lain:
o   Bunaken
Location: Sulawesi » North Sulawesi» Manado City
o   Raja Ampat
Location: Papua » West Papua » Kab. Raja Ampat
o   Ora Beach
Location: Maluku » North Maluku , Maluku » Kab. Maluku Tengah
o   Abang Island Near Batam
Location: Sumatra » Riau Archipelago» Kota Batam
o   Cendrawasih Bay National Park
Location: Papua » Papua, West Papua » Kab. Teluk Wondama
o   Komodo Island
Location: The Nusa Tenggara Islands » East Nusa Tenggara » Kab. Manggarai Barat
Location: The Nusa Tenggara Islands » West Nusa Tenggara » Kab. Lombok Barat
o    Lengkuas Island
Location: Sumatra » Bangka Belitung» Kab. Belitung

Dan pastinya masih banyak lagi Friends. Maybe akan author bahas dilain kesempatan kalo inget #lhoh? Hehe XP
Oke, itu sedikit info buat friends mengenai snorkeling/diving. Aduh, jadi kepengin nich #ngiler #plak XD

OKOKOK, semoga informasi yang disajikan dapat bermanfaat dan berguna bagi friends. Thanks for visit and have a nice day. God bless...

StoRy: Absolute Boyfriend

Cast: Kim Yu Ra, Kim Jong Woon
Genre: Sad, Romance, Teen
OneShoot
Tik Tok Tik Tok...
Begitulah jam berdetik setiap harinya. Jam yang tak pernah berhenti satu detik pun, sama seperti kehidupan yang harus terus berjalan. Sinar matahari pagi dan suara dari gonggongan anjing semakin meramaikan hari yang sangat spesial bagi gadis muda bernama Kim Yu Ra. Gadis yang tengah tertidur di tempat tidurnya yang nyaman itu pun perlahan menggeliat. Matanya mengerjab-erjab karena silaunya sinar matahari. Diusapnya pelan kedua mata mungilnya dan menoleh ke sisi samping tempat tidurnya.
Dilihatnya sosok pria yang sangat dicintainya. Pria berkulit putih berambut coklat inilah yang membuat hari Kim Yu Ra semakin berwarna. Didekatinya sosok pria disampingnya itu. Wajah polos yang terukir indah di setiap lekukan wajahnya membuat Yu Ra tak pernah bosan untuk menatapnya lama. Senyumnya perlahan mengembang mengingat tingkah kekanak-kanakan kekasihnya itu.
Pria itu perlahan menggerakkan tubuhnya. Terkesiaplah Yu Ra dan segera memosisikan dirinya ke sisi tempat tidurnya. Matanya tak pernah lepas dari gerakan tubuh lelaki pujaannya itu. Pria itu perlahan membalikkan badannya dan membuka mata. Matanya begitu indah dibawah terpaan sinar matahari pagi.
“Pagi oppa”, sapa Yu Ra.
Yu Ra segera bangkit dari tempat tidurnya dan masuk ke dalam kamar mandi. Beberapa saat kemudian keluarlah Yu Ra dengan pakaian sudah rapi dan bau aroma bunga sakura menyerbak keluar dari tubuh Yu Ra. “Ne, oppa. Yeoja-mu ini memang sudah cantik”, katanya memuji diri sendiri.
Disahutnya lengan lelaki itu,”Ayo oppa. Kajja mandi. Kau tidak ada kerjaan kan hari ini? Kita jalan-jalan yuk?” Yu Ra menarik lengan kekasihnya yang masih betah di tempat tidur dengan semangat penuh. Sampai akhirnya perjuangan Yu Ra terbalas. Lelaki itu bangun dan segera masuk ke dalam kamar mandi. Terdengar suara percikan air dari dalam kamar mandi.
Selagi kekasihnya itu mandi, Yu Ra merapikan tempat tidur yang masih berantakan karena ulah mereka berdua. Setelah itu disiapkannya pakaian yang cocok untuk kekasih hatinya itu.
Beberapa saat kemudian keluarlah sosok pria bertubuh lapang dan tegap dari kamar mandi. Dia hanya berbalutkan handuk di bagian bawah sehingga dadanya yang bidang itu terlihat. Rambutnya masih basah karena keramas. Tanpa banyak menunggu dia menyambar baju yang telah Yu Ra siapkan di atas meja. Sedangkan Yu Ra sekarang sedang menyiapkan sarapan di dapur.
“Ah, kau tampan oppa”, puji Yu Ra. “Kemarilah aku sudah membuatkan sarapan yang lezat untuk kita berdua.” “Semua hari spesial, oppa. Karena ada oppa disampingku”, gombal Yu Ra. Mereka duduk berhadapan. Makanan pun telah tertata rapi di depan mata mereka. Dilahapnya sarapan itu dalam keadaan tenang.
“Oppa, setelah ini kita ke taman ne?” ajak Yu Ra. Semburat senyuman langsung terpancar setelah lelaki itu mengangguk setuju.
08.00 waktu Korea
Yu Ra menghirup udara dalam-dalam seakan tidak akan ada lagi udara semacam ini. Dilihatya wajah kekasihnya itu lekat-lekat. “Wae? Apa aku tidak boleh melihat wajah kekasihku ini?” bibir Yu Ra memaut. “Oppa, jangan acak rambutku. Kajja, kita jalan”, ajak Yu Ra bersemangat sambil merapikan poninya yang diberantakkan oleh kekasihnya itu.
Disepanjang perjalanan terhampar padang bunga yang sedang bermekaran. Angin berhembus sepoi-sepoi seakan mendukung acara jalan-jalan mereka. Digandengnya tangan kekasihnya itu. Mereka pun berjalan dengan senyum.
“Oppa, seharusnya kau bawa kameramu itu. Pemandangan disini sangat indah”, ujar Yu Ra. “Ne, aku juga tidak kepikiran”, kata Yu Ra lagi terkekeh.
Mereka jalan di jalan setapak yang telah tersedia. Tidak banyak orang yang menikmati indahnya hari itu. Jadi mereka dapat dengan bebas meluapkan rasa cinta mereka di padang bunga nan indah ini.
“Oppa kemarilah”, Yu Ra melepas genggamannya dan berlari ke arah bunga yang mekar dengan sempurna. Bunga dengan warna sembur kemerahan sama seperti wajah Yu Ra disaat malu. “Aigoo, indah bukan oppa?” Tangan lelaki itu perlahan mengambil bunga itu dan menaruhnya di telinga Yu Ra. Pipi Yu Ra sempat merona oleh kelakuan kekasihnya itu.
Mereka pun melanjutkan perjalanan mereka. Sampailah mereka di puncak sebuah bukit dengan sebatang pohon rindang disana. Duduklah mereka dibawah pohon rindang itu. Mereka saling bersandar dibawah terpaan angin pagi.
“Oppa, aku merasa damai sekali”, ungkap Yu Ra. “Aku ingin seperti ini terus oppa. Bersama denganmu selalu tanpa melewatkan satu detik pun.” Dipejamnya kedua mata Yu Ra mencoba menikmati suasana sesempurna ini. Jarang sekali dia bisa bersama dengan kekasihnya karena jadwal kekasihnya ini sangat padat hampir-hampir libur satu hari pun tak dapat. Tapi kali ini kesempatan yang langka bagi Yu Ra untuk dapat berduaan dengan kekasihnya. Tidak akan dia lepaskan kesempatan langka seperti ini.
Braaakkkk....!!!!!!!!
Tersentaklah Yu Ra karena terkejut oleh hentaman pintu yang sangat keras. Kedua mata mungilnya kini membulat sempurna. Raut wajahnya sarat akan kebingungan. Dimana dia saat ini? Tangannya tak bisa digerakkan. Seluruh tubuhnya serasa dikunci mati.
“Andwae! Andwae! Andwae! Mau bawa kemana kekasihku?! Hyaaa! Kalian!!!” teriak Yu Ra. Tubuhnya meronta ingin dilepaskan dari ikatan tali yang melilit tubuhnya. Jantungnya berdegub sangat kencang. Adrenalinnya terpompa sampai kepuncaknya.
Semua emosi berkecamuk saat itu juga dalam hati Yu Ra. Dia berteriak dan meronta tapi tak ada yang mendengar. Mereka terus saja berjalan menjauhinya.
Air mata pun menetes dari pelupuk matanya. “Kumohon jangan bawa oppa-ku. Jebal”, katanya pasrah. Sosok lelaki yang teramat dicintainya kini telah pergi bersama mereka. “Oppa, jangan tinggalkan aku. Aku tak bisa tanpamu.”
“Lihatlah dia. Dia berkhayal lagi.”
“Sungguh kasihan melihat yeoja ini. Dia begitu merana oleh kepergian kekasihnya.”
“Aku rasa dia tidak akan bertahan melewati ini semua.”
“Lihat dia terus saja meronta dan mengamuk. Aku harus memberinya obat penenang.”
Dirasanya tangan Yu Ra digenggam oleh seseorang. Tangannya begitu dingin dan asing bagi Yu Ra. “Siapa kau? Jangan berani-berani menyentuhku! Kembalikan oppa-ku! Kembalikan!!!!!!” sebuah sengatan suntikan menembus kulit mulusnya.
Beberapa detik kemudian Yu Ra merasa pening. Kepalanya mulai terasa berat dan kesadarannya pun mulai menghilang.
08.45 waktu Korea
Yu Ra menahan napasnya dan terbangun dari tidurnya. Jantungnya berdetak begitu cepat hingga terdengar oleh telingannya. Dierjap-erjapkannya kedua matanya dan segera mencari sosok lelaki pujaannya itu. Betapa leganya ia saat melihat lelaki itu masih duduk disampingnya sambil menatap bingung Yu Ra.
“Oppa aku bermimpi buruk. Aku bermimpi kau akan meninggalkanku”, cerita Yu Ra. “Oppa, kau tidak akan pernah meninggalkanku kan?” tangan pria itu membelai lembut kepala Yu Ra. “Gomawo, oppa.”
Angin berhembus lembut menerpa rambut Yu Ra dan lelaki itu. Dilihatnya padang didepannya terhampar begitu indahnya dengan rumput yang bergoyang riang diterpa angin pagi. Awan pun bergulung-gulung berlomba menutupi mereka dari sinar matahari pagi.
Perlahan tangan Yu Ra menggenggam tangan kekasihnya. Begitu lembut seperti kulit bayi yang masih polos. Disandarkannya kepalanya di pundak lelaki itu sambil menyanyikan lagu favorite mereka. Hari itu begitu indah dan ingin rasanya waktu berhenti membiarkan mereka menikmati hari berdua.
“Seperti apa rupa kekasihnya itu?”
“Entahlah. Dia bilang kalau kekasihnya itu sangat tampan.”
“Setampan apakah dia? Apakah setampan pangeran William?”
“Haha, ngacau kau. Sudahlah, biarkan dia tidur.”
5...4...3...2...1...
“Oppa eodiga?” tanya Yu Ra sesaat setalah sadar dia sudah berada di ruangannya. Ruangan itu tampak suram karena cahaya lampu yang rebam petang. Yu Ra menoleh ke kanan dan kirinya namun nihil. Tak terlihat satu jengkal pun keberadaan kekasihnya itu. Napasnya mulai sesak, tangannya mulai berkeringat dan mengepal.
“Oppa? Oppa? Oppa!!!!!!!” teriaknya. Dia berdiri dan berlari ke arah kamar mandi. Tapi tak ditemukannya dia. Dia mencari di dapur dan jendela luar tapi tetap saja tidak terlihat batang hidung lelaki tampan itu.
“Oppa! Oppa! OPPA!!!!!!!!!” teriaknya mulai histeris. Pintu utama mendadak terbuka. Hati Yu Ra beronjak senang karena lelaki itu pun telah kembali. “Oppa? Kau dari man...” bukan kekasihnya yang dia lihat melainkan 2 orang lelaki berbaju putih datang menyergapnya. Dipegangnya kedua tangan Yu Ra kebelakang punggungnya. Yu Ra spontan memberontak dengan tindakan mereka.
“Lepaskan! Siapa kalian? Kalian yang mengambil oppa-ku kan? Kembalikan! Kembalikan!!!!!” Yu Ra menendang-nendangkan kedua kakinya kepada lelaki yang menghardiknya. Tapi percuma karena kekuatan Yu Ra tidak sebanding dengan kekuatan 2 orang laki-laki.
“Yu Ra, hentikan! Sudah cukup!” kata seorang. Tapi Yu Ra tidak mendengarnya malah terus menendang-nendang. “Yu Ra jebal, kekasihmu itu sudah tidak ada.” “Andwae, kekasihku itu ada. Kenapa kalian terus menerus mengatakan kalau kekasihku itu tidak ada? Kembalikan oppa!”
“Tsk, sanbei sebaiknya kita bius saja dia”, usul yang lain. “Jangan, kita harus membawanya padanya. Ini sudah kelewatan.”
Mereka membawa Yu Ra ke tempat penuh cahaya. Dia didudukan di sebuah kursi dengan meja besar dihadapannya. Ada sebuah kaca besar menempel indah di dinding di depan matanya.
Kedua lelaki tadi meninggalkannya sendiri di ruang putih itu. Tak lama kemudian datang seorang asing memakai baju putih juga. Dia duduk di hadapan Yu Ra sambil menatap hangat padanya. Tapi Yu Ra menatap kosong lelaki itu.
“Kembalikan oppa”, pinta Yu Ra lagi. “Kim Yu Ra, apa kau tahu dimana kita sekarang?” Yu Ra menggeleng tanda dia tidak tahu. “Aku sedang berada di bawah pohon bersama dengan kekasihku. Tapi tiba-tiba saja aku sudah berada di tempat asing ini. Itu membuatku takut terlebih karena aku melihat kalian membawa pergi oppa”, jelas Yu Ra.
Lelaki itu terdiam beberapa saat sampai akhirnya dia menghela napas berat. “Sudah berapa lama kalian pacaran?” tanya lelaki itu. “5 tahun. Tunggu dulu, siapa kau?” “Aku adalah seseorang yang akan menolongmu menemukan kekasihmu.” Semburat harapan pun muncul di benak Yu Ra. “Jinja? Ah, syukurlah masih ada orang yang ingin membantuku”, katanya senang.
“Apa kau masih ingat kejadian pada tanggal 10 April 2013 pada jam 08.00 pagi?” tanya orang itu serius. Yu Ra memutar kembali ingatannya. “Ah, bukankah itu hari ini? 10 April? Dan jam 8, ah itu waktu dimana kami akan pergi jalan-jalan dan disaat yang sama aku juga berada disini.” “Benar, itu hari ini tapi bukan hari ini yang aku maksud.” Yu Ra mengerutkan dahinya. “Lalu maksud ajusshi? Jika bukan sekarang kapan lagi?” “Apa kau sudah benar-benar melupakan kejadian itu Yu Ra?” “Kejadian apa? Ajusshi jangan membingungkan aku”
“Siapa nama kekasihmu itu?” “Kekasihku? Dia bernama Kim Jong Woon. Wae?” “Dia, apa kau masih berhubungan dengannya lagi?” “Hyaaa ajusshi, aku sudah bilang jika kami tadi sedang duduk menikmati hari sebelum aku dibawa ke tempat aneh ini eoh?” “Apa dia mengatakan sesuatu padamu? Apa dia tidak bersikap aneh?” “Aniyo, dia sama seperti biasa.”
“Dengar Yu Ra, pada tanggal 10 April kau dan Jong Woon memang akan pergi jalan-jalan. Tapi acara kalian batal karena terjadi suatu kecelakaan.” Yu Ra mendengar dengan serius. Tanganya sedikit gemetar. “Kau tidak sengaja menyeberang tanpa melihat kalau ada sebuah bis yang sedang melaju kencang ke arahmu. Jong Woon dengan sigap mendorongmu ke sisi jalan dan akibatnya dia terhempas oleh bis itu.” Tangan Yu Ra mengepal kuat,”Andwae, hentikan, ini bohong.”
“Setelah kejadian itu kau panik dan tidak segera menelpon ambulance sampai pada akhirnya Jong Woon tidak terselamatkan”, kata ajusshi menutup ceritanya.
Air mata menetes dari pelupuk mata Yu Ra turun membasahi pipinya. Dia mulai sulit mengatur napasnya.
“Tidak mungkin. Kau pasti salah orang. Bukan aku. Bukan.”
“Yu Ra, lihat dirimu sekarang. Coba kau ingat kejadian setelah pemakaman kekasihmu itu.”
Air mata Yu Ra semakin deras dan tangannya mulai menggaruk-garuk kepalanya dengan kasar hingga rambutnya menjadi kusut. Kakinya mulai menendang-nendang. Kepalanya menggeleng tidak aturan membuat ajusshi itu menjadi siaga.
“Yu Ra tenangkan dirimu...” suara ajusshi tiba-tiba menghilang.
Ruangan itu berubah menjadi putih dan menghilang membawa Yu Ra kembali disaat dia akan pergi bersama kekasihnya. Disaat yang sama ketika dia akan menyeberang.
10 April 2013, jam 08.00 waktu Korea
“Oppa, palliwa!” seru Yu Ra tidak sabaran ketika melihat kekasihnya itu tertinggal di belakangnya. “Tidak bisakah kau pelan sedikit eoh? Kau membangunkanku pagi sekali dihari liburku yang sangat langka ini hanya untuk menemanimu piknik”, keluh lelaki itu. “Hyyaaaa Jong Woon-ah, apa kau tidak ingin menikmati hari langka ini bersama dengan kekasihmu yang cantik dan neomu neomu yepo ini?” goda Yu Ra. “Tsk. Awas kau Kim Yu Ra!” Jong Woon mempercepat langkahnya dan lama kelamaan berlari ke arah Yu Ra. Yu Ra yang menyadari tindakan Jong Woon pun berlari kecil menjauhinya sambil menjulurkan lidah mungilnya.
“Oppa hentikan aku sudah lelah”, pinta Yu Ra yang nyaris tertangkap oleh dekapan Jong Woon. “Aku tidak akan berhenti sampai mendapatkanmu didekapanku.” Dengan satu sahutan kilat Yu Ra sudah berada dipelukan Jong Woon. Yu Ra membelalak menyadari posisinya sekarang. Angin berhembus membawa kelopak-kelopak kecil bunga dipadang yang mereka lewati. Mereka berpelukan cukup lama sampai akhirnya Jong Woon melepas Yu Ra.
“Yu Ra-ya, kau harus kuat ne? Kau harus tetap bersemangat seperti ini untukku. Kalau perlu paksa aku setiap hari untuk menangkapmu”, kekeh Jong Woon. “Aku tidak ingin melihatmu bersedih karena aku. Jaga dirimu baik-baik. Jangan telat makan” “Hyaaa, oppa berbicara seakan-akan oppa akan pergi dariku”, rengut Yu Ra. “Haha, aku tidak akan meninggalkanmu Yu Ra. Aku akan selalu berada disampingmu apa pun yang terjadi.” “Janji?” “Janji”, mereka menautkan jari kelingking mereka berdua.
“Yu Ra?”
“Hmm?”
“Saranghae”
Tiinnnnn!!!!!!
YU RA!!!!
Bruuukkkkk....
Pandangannya berubah menjadi putih dalam sekejap mata. Tanpa disadari bahwa dia sudah terkapar tak berdaya. Kedua matanya tertutup rapat seakan tidak bisa terbuka lagi. Rasa sakit yang luar biasa merayap diseluruh hatinya. Rasa kesal, marah, kecewa, dan semua emosinya berkecamuk dalam dadanya. Melihat sosok pria yang sangat dicintainya harus tertidur selamanya dihadapannya. Kedua tangannya mengepal kuat. Napasnya tak teratur. Otaknya sudah tidak bisa berpikir lagi. Sebagian jiwanya seakan pergi bersamanya.
Tes....
Air mata mengalir begitu saja tanpa adanya perintah. Dadanya begitu sakit. Tubuhnya lemas. “Eoh? Eerrrghh....arrrgghh....!!!!” serunya kesakitan. Sebilah pedang menusuk dalam menciptakan sebuah lubang besar menganga dalam hati Yu Ra. Begitu sakit hingga ingin mati rasanya.
Dia mencoba bangkit dan merangkak ke arah tubuh Jong Woon yang telah berbaring di aspal jalan. Disentuhnya wajahnya diguncangkannya tubuhnya. Tak ada respon dari Jong Woon. Diangkatnya kepala Jong Woon dan terlihat aliran darah segar keluar dari belakang kepalanya.
Tangan Yu Ra bergetar hebat tak sanggup menerima kenyataan bahwa pria yang sangat dicintainya kini sudah tak bernyawa. Yang bisa dia lakukan hanya memeluk dan menangisi jasad kekasih seumur hidupnya itu.
“Oppa, apa maksudmu melakukan semua ini untukku?
            Apa kau sengaja mengambil hari libur untuk beristirahat selamanya?
                        Kata-kata itu, yang kau ucapkan, apa kau bersungguh-sungguh dengan itu?
Oppa, jika aku tahu ini akan terjadi, aku tidak akan memaksamu untuk pergi piknik.
            Kau mengatakan bahwa kau mencintaiku tapi apa? Kau mencintaiku dengan cara meninggalkanku begini, eoh?” keluh Yu Ra di depan makam Jong Woon. Air mata tak henti-hentinya mengalir sejak awal prosesi pemakaman.
“Kau jahat oppa. Kau sangat jahat.” Hikz hikz hikz hikz.
“Yu Ra-ya, aku bahagia bisa memilikimu. Aku sangat senang sampai aku bisa melompat dari gedung paling tinggi dan masih tetap berdiri di depanmu sambil berkata, “I love you” karena aku sangat teramat mencintaimu. Yu Ra, maukah kau menikah denganku?”
Sekilas kenangan kembali berputar dibenak Yu Ra. Disaat Jong Woon akan melamar Yu Ra di taman belakang rumah mereka.
“Oppa, aku mau menikah denganmu. Inilah jawabanku untukmu.”
“Oppa, saranghae.”
“Yu Ra apa kau sudah sudah tidak apa-apa?” tanya seorang disamping Yu Ra. Perlahan Yu Ra membuka kedua matanya yang sempat tertutup itu. Dilihatnya wajah orang paruh baya yang begitu sabar dan baik memandanginya lembut.
“Ajusshi, mianhae”, kata Yu Ra dengan air mata masih mengalir mengingat kejadian itu.
“Tak apa Yu Ra. Menangislah sekuatmu jika itu bisa membuat hatimu lega dan rasa sakitmu berkurang.” “Tapi dengan menangis Jong Woon-ah tidak akan kembali”, timpal Yu Ra. Ajusshi menatap kasihan Yu Ra. Dia tidak tega melihat seorang gadis cantik nan muda ini harus mendekap di rumah sakit jiwa karena depresi akut setelah sepeninggalnya pria yang sangat dikasihinya itu.
Ajusshi itu menyerahkan Yu Ra kepada dua orang yang mengantarnya tadi. Mereka berjalan kembali ke kamar Yu Ra.
Yu Ra berjalan dengan terhuyung mendekati sebuah bingkai foto. Foto tentang dirinya dan Jong Woon. “Hiks, oppa, kau jahat sekali. Kita bahkan akan segera menikah, mempunyai banyak anak dan hidup bahagia selamanya. Tapi kenapa kau meninggalkan aku sendiri disaat begini?” gumam Yu Ra terisak oleh tangisannya.
“Yu Ra-ya, apa kau bahagia hanya dengan hidup bersamaku?”
“Hyaaa, oppa ini bicara apa? Tentu aku bahagia. Aku tidak butuh orang lain selain oppa.”
“Aku juga sangat bahagia hidup bersamamu Yu Ra. Apa pun yang terjadi ingatlah bahwa aku selalu mencintaimu. Aku ingin kau bahagia. Hiduplah dengan baik selagi aku tidak ada disampingmu, ne?”
“Hmm, ne oppa.”
Sekilas percakapan mereka di bangku taman belakang rumah mereka. Disaat mereka sedang menatap bintang dan menuliskan nama mereka berdua di kertas biru kehitaman dengan corak bintang yang bersinar terang.
“Oppa, aku akan bahagia.”
Tik Tok Tik Tok...
Terdengar suara detik jam di sebelah telinga Yu Ra. Dibukanya perlahan kedua mata mungil itu menyambut sinar mentari pagi yang sudah menerobos dengan bebas disela-sela jendela. Dia menatap ruang kamarnya yang sudah biasa ia kenal selama hampir setahun. Yu Ra menghela napas ringan dan tersenyum. Dia menoleh ke arah samping tempat tidurnya.
“Oppa, kau sudah bangun?” tanyanya pada seorang lelaki yang sudah terduduk manis disisi Yu Ra.
“Hmm, Yu Ra-ya, selamat pagi”, sahut lelaki itu dengan tersenyum manis khas selebriti dunia. Itulah yang selalu membuat hati Yu Ra luluh.
“Ne, selamat pagi..... Jong Woon-ah”

~end

StoRy: My Wish

Cast: Rena, Louis, Robby
Genre: Romance, Teen
Length: OneShoot
               I wish you become my lover boy forever...
               Everytime I see you, you always make my heart beat too fast...
               I can’t help it so I let it fill my soul...
“Lou, kau sedang melihat apa?” tanya Rena yang sedari tadi melihat sahabatnya itu sedang asyik melihat ke arah lapangan basket. Benar, lapangan basket telah penuh dengan kakak-kakak senior mereka yang sedang asyik menikmati permainan mereka. Rena, gadis mungil berkulit putih mulus dengan rambut sebahu sedang duduk disebelah seorang gadis cantik dengan rambut tergerai ke belakang punggungnya.
Angin dengan lincahnya mempermainkan rambut kedua gadis itu sampai-sampai mereka harus berulang kali merapikan rambut mereka.
“Lemparkan padaku!” seru salah satu kakak senior yang berada di posisi bebas.
Bola pun datang tapi sayang kakak itu tidak menangkapnya dengan benar sehingga bola merah itu menggelinding menghampiri kedua gadis yang sedang duduk memerhatikan mereka di samping lapangan.
“Sstt, Louis, bola itu datang padamu”, bisik Rena yang dengan serius namun sedikit panik melihat bola itu semakin dekat dengan tempat mereka.
Louis pun terkesiap saat salah satu dari mereka datang untuk mengambil bola. Seorang pemuda yang tampan parasnya dengan guratan senyum tipis di sudut bibirnya. Rambutnya hitam kecoklatan dengan mata sipit berbinar terang di terpaan sinar matahari siang hari itu. Dengan napas terengah pemuda itu mengambil bola tepat di depan posisi Louis. Louis hanya bisa membatu melihat kejadian itu sedangkan Rena terheran-heran melihat tingkah sahabatnya itu. Semburat pikiran jahil pun muncul dibenak Rena.
Setelah pemuda itu pergi Rena kembali berbisik di telinga Louis,”Sstt, jangan bilang kau menyukainya?” Louis terkejut bukan main dan mendadak kedua pipinya merona malu.
“Aaaaa, dugaanku benarkan?” tebak Rena jahil. Rena mencoba menangkap sinar mata Louis tapi Louis selalu menghindar dan itu berarti memang benar.
“Hey, tidakkah sebaiknya kau mencari info tentang dia?” usul Rena.
“Tidak, aku malu”, sahut Louis.
“Ha? Ternyata sahabatku ini tahu malu rupanya”, Rena terkekeh. “Atau mau aku membantumu?” usulnya lagi. “Ah itu itu itu tidak perlu”, tolak Louis tergagap dan Rena terus menertawakan sahabatnya itu semakin membuat Louis malu.
***
“Ppsssttt, Louis, dia bernama Robby”, kata Rena membuat bingung Louis. “Iya, pria yang kau suka itu namanya Robby. Kau senangkan?” dan lagi-lagi pipi Louis merona. “Jadi namanya Robby”, kata Louis dalam hati.
Imajinasinya pun melayang jauh membayangkan dia dengan Robby jalan berdua di tengah taman yang indah dengan bunga yang sedang bermekaran.
Mereka tertawa bersama, makan bersama, dan saling bercanda bersama. Begitu indah hari itu mereka lewati berdua. Tapi sayang itu hanya sekedar imajinasi yang tak mungkin dapat terwujud sempurna.
Rena dan Louis pun pergi ke perpustakaan kampus yang berada di seberang gedung fakultas mereka. Mereka berbincang dengan serunya sampai langkah mereka terhenti oleh karena ada seorang pemuda yang dengan santainya memotong jalan mereka.
Louis membelalak melihat wajah pemuda itu. “Ah, Louis, Rena, kalian mau kemana?” tanya pemuda tampan itu. “Ah, Robby, tsk, kenapa kau menghalangi jalan kami sih? Minggir?!” seru Rena membuat Robby tersenyum jahil. “Ah, apa kau tidak merindukanku?” tanyanya jahil. Louis semakin tersentak mendengar pertanyaan Robby pada sahabatnya itu. Serentak Louis melihat ke arah Rena menunggu respon dari Rena.
“Tidak mungkin aku merindukanmu Robby”, sahut Rena santai. Jawaban Rena seakan dia sudah kenal dekat dengan Robby. Pikiran Louis pun berkeliaran tak menentu. “Rena apa kau, jangan-jangan...”
Setelah Robby meninggalkan mereka berdua, Louis langsung berjalan mendahului Rena. Rena memautkan alisnya. “Louis?” tanpa memberi jawaban Louis semakin melebarkan langkahnya.
***
“Louis, ada apa denganmu? Kenapa akhir-akhir ini kau menjauhiku?” tanya Rena dengan super duper kepo-nya. Louis tidak mu menatap Rena, dia hanya diam.
Rena menguncang bahu Louis membuat Louis bangkit dari bangkunya. “Rena, kita bukan lagi teman”, sepotong kalimat yang membuat hati Rena hancur seketika. Persahabatan yang dia bangun selama ini harus hancur dengan alasan yang tidak jelas. Dia bahkan tidak tahu apa salahnya pada Louis sehingga Louis berubah sikap 180 derajat seperti itu.
Louis beranjak pergi meninggalkan ruang kelas. Dia berjalan lemas melewati lapangan basket. “Hey, Louis!” seru seseorang dari belakang. Suara seorang pemuda. Louis menoleh dan mendapatkan Robby sedang berlari ke arahnya. Entah mengapa kali ini detakan jantungnya berbeda dengan detakan yang selama ini dia rasa sebelum kejadian itu.
Dia sekarang telah berani menatap kedua mata indah Robby, kakak senior yang dikaguminya. Robby terengah saat sampai dihadapan Louis yang berdiri diam melihatnya dingin. “Apa kau tahu dimana Rena sekarang?” tanya Robby saat napasnya sedikit teratur. Hati Louis sangat hancur mendengar Robby menanyakan tentang Rena bukan dirinya. Memang siapa dirinya sampai-sampai dia harus bertanya tentangnya.
Hati Louis berkecamuk marah dan kesal kepada dirinya, Rena, serta Robby. Meskipun dia tahu Robby tidak salah apa-apa. “Louis? Kau tidak apa-apa?” tanya Robby mulai khawatir. “Ah tidak, aku tidak tahu dimana Rena sekarang”, sahut dingin Louis. Lalu Louis melangkah pergi meninggalkan Robby yang masih bingung. Bukankah Louis sahabat Rena? Lalu kenapa Louis bersikap seperti itu dengan sahabatnya sendiri?
Robby pun berlari mengejar Louis. Menahan tangannya sehingga Louis mau tidak mau menghentikan langkahnya. Mereka saling bertatapan,”Jika karena aku kalian menjadi musuh maka jangan menyukaiku lagi.” Jantung Louis serasa berhenti berdetak, dadanya begitu sakit saat lelaki yang dia sukai selama ini berkata jangan menyukainya lagi. Begitu sakitnya hingga dia tidak mampu lagi berdiri. Kakinya lemas dan air mata memaksa keluar dari sudut matanya.
Robby melepas genggaman tangan Louis membiarkan tangannya jatuh terkulai. “Maaf, Rena sudah cerita semuanya kalau kau menyukaiku”, kata Robby menjelaskan semuanya. “Aku sungguh terkejut bahwa sahabat dari gadis yang aku suka juga menyukaiku. Karena itulah, aku putuskan untuk melepas Rena. Tapi ternyata kalian sudah tidak berteman lagi. Rena marah sekali denganku. Karena itulah aku mengejarmu”, jelas Robby semuanya tanpa terkecuali sebelum Louis sempat membuka mulutnya. “Lalu apa dengan melepas Rena kami bisa kembali lagi seperti dulu?” tanya Louis menuntut jawaban. “Aku tidak tahu.” “Lalu apa bisa kau melepas Rena semudah itu?” tanya Louis menyelidik. “Tidak, tapi aku lebih bahagia jika dia bahagia karena yang bisa membuat dia bahagia adalah dengan bersama sahabatnya. Sahabat satu-satunya seumur hidupnya yaitu kau, Louis Andrea.”
“Lalu bagaimana dengan perasaanku yang sudah menyukaimu selama satu tahun? Apa kau mau menghentikan rasa itu hanya dengan berkata jangan menyukaiku lagi?” protes Louis.
“Itu, maaf karena aku tidak menyadarinya. Aku sudah terlebih dahulu menyukai Rena saat kalian berpapasan denganku saat hari pertama kalian kuliah”, ujar Robby menyesal.
“Eoh? Benarkah? Hah, bodohnya diriku berharap kau menjadi milikku. Rena, kenapa dia tidak mengatakan semuanya kepadaku? Jika dia mengatakannya dari awal maka tidak akan begini jadinya. Aku benci padanya juga padamu”, ungkap Louis kesal. Hatinya sudah terlanjur sakit oleh pengakuan Robby.
Louis siap beranjak dari tempat itu tapi langkahnya terhenti ketika mendengar suara Rena dari kejauhan. “Maaf, aku tidak berkata jujur padamu Louis”, sesal Rena. Louis pun tak lagi mampu menahan air matanya.
Melihat sahabatnya sendiri berdiri dekat dengan orang yang sangat disukainya membuatnya semakin hancur dan sakit. Beginikah rasanya dikhianati oleh sahabat sendiri?
“Jangan dekati aku”, pinta Louis saat melihat Rena berjalan mendekatinya.
“Sekarang jawab pertanyaanku, sejak kapan kalian dekat?”
Robby dan Rena saling bertatapan. “Sehari setelah aku tahu kau menyukainya. Dia datang mendekatiku dan bilang...” “Bahwa aku menyukainya”, sambung Robby.
“Benarkah?” Louis sudah tidak bisa bernapas dengan normal. Dia benar-benar tidak percaya dengan apa yang ia dengar barusan. Ingin rasanya bangun dari mimpi buruk ini. Baru kemarin rasanya dia bercakap, bercanda, bercengkerama dengan serunya bersama Rena. Tapi sekarang mereka bagaikan minyak dan air yang tidak pernah bisa bersatu kembali. Apakah ini hari dimana dia akan kehilangan sahabat serta orang yang disukainya?
“Maaf Louis, tapi aku sudah mengatakan padanya jika aku tidak bisa dan aku menginginkan kau yang bersamanya”, ungkap Rena.
Robby menunduk sedih mendengar ucapan Rena. Louis mengusap air mata yang mengalir di pipinya. Louis melihat wajah Robby yang manis itu tertunduk sedih karena penolakan Rena. Jika dia tidak ingin kehilangan sahabat serta orang yang disukainya hari ini, maka pengorbananlah yang diperlukan.
Louis melangkah mendekati Rena. “Apa kau menyukai Robby?” tanyanya pada Rena. Kali ini menatap langsung ke mata bulat Louis mencari kebenaran yang dia inginkan. “Louis, aku” Rena menggigit bibir bawahnya tanda jika dia berkata iya. “Kalau begitu” Louis mengambil tangan Robby dan Rena dan menautkannya menjadi satu. “Jika kalian bahagia, maka aku pun juga bahagia.”
Setelah berkata begitu Louis memeluk erat Rena. Rena sungguh tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada sahabatnya ini.
Louis melepas pelukannya dan beralih meninggalkan mereka berdua. Dengan begini dia tidak akan kehilangan salah satu dari mereka berdua. “Biarlah perasaanku pada Robby kupendam sendiri hingga suatu saat nanti bisa terisi dengan sendirinya.”
               Now you with my best friend...
               And my love for you become extinct...
               I hope both of you happy eventhough my heart was growling and sick...
               I still wish you become my lover boy forever...
               This is my wish...

~end