Cast: Rena, Louis,
Robby
Genre: Romance,
Teen
Length: OneShoot
I wish you become my lover boy forever...
Everytime
I see you, you always make my heart beat too fast...
I
can’t help it so I let it fill my soul...
“Lou, kau sedang
melihat apa?” tanya Rena yang sedari tadi melihat sahabatnya itu sedang asyik
melihat ke arah lapangan basket. Benar, lapangan basket telah penuh dengan
kakak-kakak senior mereka yang sedang asyik menikmati permainan mereka. Rena,
gadis mungil berkulit putih mulus dengan rambut sebahu sedang duduk disebelah
seorang gadis cantik dengan rambut tergerai ke belakang punggungnya.
Angin dengan
lincahnya mempermainkan rambut kedua gadis itu sampai-sampai mereka harus
berulang kali merapikan rambut mereka.
“Lemparkan
padaku!” seru salah satu kakak senior yang berada di posisi bebas.
Bola pun datang
tapi sayang kakak itu tidak menangkapnya dengan benar sehingga bola merah itu
menggelinding menghampiri kedua gadis yang sedang duduk memerhatikan mereka di
samping lapangan.
“Sstt, Louis,
bola itu datang padamu”, bisik Rena yang dengan serius namun sedikit panik
melihat bola itu semakin dekat dengan tempat mereka.
Louis pun terkesiap
saat salah satu dari mereka datang untuk mengambil bola. Seorang pemuda yang
tampan parasnya dengan guratan senyum tipis di sudut bibirnya. Rambutnya hitam
kecoklatan dengan mata sipit berbinar terang di terpaan sinar matahari siang
hari itu. Dengan napas terengah pemuda itu mengambil bola tepat di depan posisi
Louis. Louis hanya bisa membatu melihat kejadian itu sedangkan Rena
terheran-heran melihat tingkah sahabatnya itu. Semburat pikiran jahil pun
muncul dibenak Rena.
Setelah pemuda
itu pergi Rena kembali berbisik di telinga Louis,”Sstt, jangan bilang kau
menyukainya?” Louis terkejut bukan main dan mendadak kedua pipinya merona malu.
“Aaaaa, dugaanku
benarkan?” tebak Rena jahil. Rena mencoba menangkap sinar mata Louis tapi Louis
selalu menghindar dan itu berarti memang benar.
“Hey, tidakkah
sebaiknya kau mencari info tentang dia?” usul Rena.
“Tidak, aku
malu”, sahut Louis.
“Ha? Ternyata
sahabatku ini tahu malu rupanya”, Rena terkekeh. “Atau mau aku membantumu?”
usulnya lagi. “Ah itu itu itu tidak perlu”, tolak Louis tergagap dan Rena terus
menertawakan sahabatnya itu semakin membuat Louis malu.
***
“Ppsssttt,
Louis, dia bernama Robby”, kata Rena membuat bingung Louis. “Iya, pria yang kau
suka itu namanya Robby. Kau senangkan?” dan lagi-lagi pipi Louis merona. “Jadi namanya Robby”, kata Louis dalam
hati.
Imajinasinya pun
melayang jauh membayangkan dia dengan Robby jalan berdua di tengah taman yang
indah dengan bunga yang sedang bermekaran.
Mereka tertawa
bersama, makan bersama, dan saling bercanda bersama. Begitu indah hari itu
mereka lewati berdua. Tapi sayang itu hanya sekedar imajinasi yang tak mungkin
dapat terwujud sempurna.
Rena dan Louis
pun pergi ke perpustakaan kampus yang berada di seberang gedung fakultas
mereka. Mereka berbincang dengan serunya sampai langkah mereka terhenti oleh
karena ada seorang pemuda yang dengan santainya memotong jalan mereka.
Louis membelalak
melihat wajah pemuda itu. “Ah, Louis, Rena, kalian mau kemana?” tanya pemuda
tampan itu. “Ah, Robby, tsk, kenapa kau menghalangi jalan kami sih? Minggir?!”
seru Rena membuat Robby tersenyum jahil. “Ah, apa kau tidak merindukanku?”
tanyanya jahil. Louis semakin tersentak mendengar pertanyaan Robby pada
sahabatnya itu. Serentak Louis melihat ke arah Rena menunggu respon dari Rena.
“Tidak mungkin
aku merindukanmu Robby”, sahut Rena santai. Jawaban Rena seakan dia sudah kenal
dekat dengan Robby. Pikiran Louis pun berkeliaran tak menentu. “Rena apa kau, jangan-jangan...”
Setelah Robby
meninggalkan mereka berdua, Louis langsung berjalan mendahului Rena. Rena
memautkan alisnya. “Louis?” tanpa memberi jawaban Louis semakin melebarkan
langkahnya.
***
“Louis, ada apa
denganmu? Kenapa akhir-akhir ini kau menjauhiku?” tanya Rena dengan super duper
kepo-nya. Louis tidak mu menatap Rena, dia hanya diam.
Rena menguncang
bahu Louis membuat Louis bangkit dari bangkunya. “Rena, kita bukan lagi teman”,
sepotong kalimat yang membuat hati Rena hancur seketika. Persahabatan yang dia
bangun selama ini harus hancur dengan alasan yang tidak jelas. Dia bahkan tidak
tahu apa salahnya pada Louis sehingga Louis berubah sikap 180 derajat seperti
itu.
Louis beranjak
pergi meninggalkan ruang kelas. Dia berjalan lemas melewati lapangan basket.
“Hey, Louis!” seru seseorang dari belakang. Suara seorang pemuda. Louis menoleh
dan mendapatkan Robby sedang berlari ke arahnya. Entah mengapa kali ini detakan
jantungnya berbeda dengan detakan yang selama ini dia rasa sebelum kejadian
itu.
Dia sekarang
telah berani menatap kedua mata indah Robby, kakak senior yang dikaguminya.
Robby terengah saat sampai dihadapan Louis yang berdiri diam melihatnya dingin.
“Apa kau tahu dimana Rena sekarang?” tanya Robby saat napasnya sedikit teratur.
Hati Louis sangat hancur mendengar Robby menanyakan tentang Rena bukan dirinya.
Memang siapa dirinya sampai-sampai dia harus bertanya tentangnya.
Hati Louis
berkecamuk marah dan kesal kepada dirinya, Rena, serta Robby. Meskipun dia tahu
Robby tidak salah apa-apa. “Louis? Kau tidak apa-apa?” tanya Robby mulai
khawatir. “Ah tidak, aku tidak tahu dimana Rena sekarang”, sahut dingin Louis. Lalu
Louis melangkah pergi meninggalkan Robby yang masih bingung. Bukankah Louis
sahabat Rena? Lalu kenapa Louis bersikap seperti itu dengan sahabatnya sendiri?
Robby pun
berlari mengejar Louis. Menahan tangannya sehingga Louis mau tidak mau
menghentikan langkahnya. Mereka saling bertatapan,”Jika karena aku kalian
menjadi musuh maka jangan menyukaiku lagi.” Jantung Louis serasa berhenti
berdetak, dadanya begitu sakit saat lelaki yang dia sukai selama ini berkata
jangan menyukainya lagi. Begitu sakitnya hingga dia tidak mampu lagi berdiri.
Kakinya lemas dan air mata memaksa keluar dari sudut matanya.
Robby melepas
genggaman tangan Louis membiarkan tangannya jatuh terkulai. “Maaf, Rena sudah
cerita semuanya kalau kau menyukaiku”, kata Robby menjelaskan semuanya. “Aku
sungguh terkejut bahwa sahabat dari gadis yang aku suka juga menyukaiku. Karena
itulah, aku putuskan untuk melepas Rena. Tapi ternyata kalian sudah tidak
berteman lagi. Rena marah sekali denganku. Karena itulah aku mengejarmu”, jelas
Robby semuanya tanpa terkecuali sebelum Louis sempat membuka mulutnya. “Lalu
apa dengan melepas Rena kami bisa kembali lagi seperti dulu?” tanya Louis
menuntut jawaban. “Aku tidak tahu.” “Lalu apa bisa kau melepas Rena semudah
itu?” tanya Louis menyelidik. “Tidak, tapi aku lebih bahagia jika dia bahagia
karena yang bisa membuat dia bahagia adalah dengan bersama sahabatnya. Sahabat
satu-satunya seumur hidupnya yaitu kau, Louis Andrea.”
“Lalu bagaimana
dengan perasaanku yang sudah menyukaimu selama satu tahun? Apa kau mau
menghentikan rasa itu hanya dengan berkata jangan menyukaiku lagi?” protes
Louis.
“Itu, maaf
karena aku tidak menyadarinya. Aku sudah terlebih dahulu menyukai Rena saat
kalian berpapasan denganku saat hari pertama kalian kuliah”, ujar Robby
menyesal.
“Eoh? Benarkah?
Hah, bodohnya diriku berharap kau menjadi milikku. Rena, kenapa dia tidak
mengatakan semuanya kepadaku? Jika dia mengatakannya dari awal maka tidak akan
begini jadinya. Aku benci padanya juga padamu”, ungkap Louis kesal. Hatinya
sudah terlanjur sakit oleh pengakuan Robby.
Louis siap
beranjak dari tempat itu tapi langkahnya terhenti ketika mendengar suara Rena
dari kejauhan. “Maaf, aku tidak berkata jujur padamu Louis”, sesal Rena. Louis
pun tak lagi mampu menahan air matanya.
Melihat
sahabatnya sendiri berdiri dekat dengan orang yang sangat disukainya membuatnya
semakin hancur dan sakit. Beginikah rasanya dikhianati oleh sahabat sendiri?
“Jangan dekati
aku”, pinta Louis saat melihat Rena berjalan mendekatinya.
“Sekarang jawab
pertanyaanku, sejak kapan kalian dekat?”
Robby dan Rena
saling bertatapan. “Sehari setelah aku tahu kau menyukainya. Dia datang
mendekatiku dan bilang...” “Bahwa aku menyukainya”, sambung Robby.
“Benarkah?”
Louis sudah tidak bisa bernapas dengan normal. Dia benar-benar tidak percaya
dengan apa yang ia dengar barusan. Ingin rasanya bangun dari mimpi buruk ini.
Baru kemarin rasanya dia bercakap, bercanda, bercengkerama dengan serunya
bersama Rena. Tapi sekarang mereka bagaikan minyak dan air yang tidak pernah
bisa bersatu kembali. Apakah ini hari dimana dia akan kehilangan sahabat serta
orang yang disukainya?
“Maaf Louis,
tapi aku sudah mengatakan padanya jika aku tidak bisa dan aku menginginkan kau
yang bersamanya”, ungkap Rena.
Robby menunduk
sedih mendengar ucapan Rena. Louis mengusap air mata yang mengalir di pipinya.
Louis melihat wajah Robby yang manis itu tertunduk sedih karena penolakan Rena.
Jika dia tidak ingin kehilangan sahabat serta orang yang disukainya hari ini,
maka pengorbananlah yang diperlukan.
Louis melangkah
mendekati Rena. “Apa kau menyukai Robby?” tanyanya pada Rena. Kali ini menatap
langsung ke mata bulat Louis mencari kebenaran yang dia inginkan. “Louis, aku”
Rena menggigit bibir bawahnya tanda jika dia berkata iya. “Kalau begitu” Louis
mengambil tangan Robby dan Rena dan menautkannya menjadi satu. “Jika kalian
bahagia, maka aku pun juga bahagia.”
Setelah berkata
begitu Louis memeluk erat Rena. Rena sungguh tidak tahu apa yang sebenarnya
terjadi pada sahabatnya ini.
Louis melepas
pelukannya dan beralih meninggalkan mereka berdua. Dengan begini dia tidak akan
kehilangan salah satu dari mereka berdua. “Biarlah
perasaanku pada Robby kupendam sendiri hingga suatu saat nanti bisa terisi
dengan sendirinya.”
Now you with my best friend...
And
my love for you become extinct...
I
hope both of you happy eventhough my heart was growling and sick...
I
still wish you become my lover boy forever...
This
is my wish...
~end
No comments:
Post a Comment